Jumat, 15 November 2013

Jurnal Akuntansi

ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PADA CV. FIKRI UTAMA PONTIANAK
Muhammad Akbar(B11109004)


ABSTRAKSI
            Di era globalisasi ini pemerintah memusatkan pendanaan pada pendapatan negara yaitu pada sektor pajak. Guna membiayai kebutuhan untuk pembangunan dan kepentingan rutin negara yang semakin meningkat. Dalam hal ini pemerintah menitikberatkan pada pengefektifan pemungutan pajak. Maka perhitungan dan pembayaran yang benar dan jelas dari pihak-pihak yang kena pajak akan membantu pemerintah.
Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjukkan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang dapat digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan negara. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai yang timbul pada setiap jalur produksi dan distribusi, sehingga pajak masuk ke kas negara berangsur-angsur lewat tiap jalur produksi dan distribusi dari barang tersebut.
            CV. Fikri Utama Pontianak merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, dimana dalam usahanya dikenakan PPN atas penyerahan barang/jasa tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya perusahaan membuat laporan keuangan yang digunakan sebagai dasar kinerja perusahaan baik untuk intern maupun ekstern perusahaan. Pendapatan proyek yang masih terdapat unsur PPN dan dianggap pendapatan bersih oleh perusahaan akan mempengaruhi laporan keuangan khususnya laporan laba rugi. Ini tentunya menimbulkan kebingungan pada penggunaan dan pembaca laporan keuangan.
            Dari hasil analisis dapat dilihat adanya kesalahan dalam penyajian PPN pada laporan keuangan, khususnya pada laporan laba rugi. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip dan teori akuntansi yang ada. Oleh karena itu, perusahaan seharusnya lebih memusatkan perhatian pada penyajian laporan keuangan agar tidak menimbulkan kebingungan pada pengguna dan pembaca laporan keuangan sehingga citra perusahaan akan terjaga baik.


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penerimaan negara yang berasal dari pajak tidak menimbulkan risiko, melainkan memberikan keuntungan karena pungutan pajak ini akan digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat,  pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya.
Dalam hal ini pemerintah tidak bermaksud untuk menambah beban pajak  pada masyarakat melainkan dengan meniktikberatkan pada pengefektifan pemungutan pajak yaitu dengan mencegah kebocoran pajak dan mencegah penyelundupan atau penggelapan pajak. Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik  berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjukan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang dapat digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan Negara.
Untuk memberikan kepastian hukum yang memadai bagi wajib pajak dan aparatur pajak, khususnya yang menyangkut keseimbangan antara hak dan kewajiban perpajakan. Pemerintah telah mengatur praktek-praktek perpajakan di Indonesia melalui Undang-Undang Perpajakan termasuk Pajak Pertambahan Nilai, yaitu Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dalam hal ini adalah jasa yang dilakukan oleh pemborong, kontraktor, sub kontraktor kepada pihak manapun juga dalam wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan macamnya pajak dikelompokkan dalam Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Bea Materai, Bea dan Cukai. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean.
CV. Fikri Utama adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa konstruksi. Dalam kewajibannya kepada negara sehubungan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tantang Pajak Pertambahan Nilai dalam mengolah laporan keuanganya yang disusun setiap akhir periode harus memperhitungkan pajak yang akan dibayar termasuk PPN.
Sebagai sebuah perusahaan, CV. Fikri Utama mempunyai tujuan memperoleh laba atau keuntungan dan untuk itu diperlukan adanya suatu laporan keuangan yang berfungsi sebagai media informasi yang nantinya akan dipakai sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan ekonomi, baik bagi pihak ekstern maupun pihak intern perusahaan.
Dalam pembuatan kontrak mengenai penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak harus disebutkan dengan jelas tentang nilai kontrak, Dasar Pengenaan Pajak dan besarnya pajak yang terhutang. Pada perusahaan jasa konstruksi, pengakuan pendapatan proyek dalam satu periode terdapat pada proyek yang sedang dikerjakan yang telah selesai pengerjaannya. Ini menjadi masalah tersendiri karena memerlukan perlakuan yang tepat, baik dalam pencatatan dan perhitungannya. Jasa konstruksi adalah termsuk jasa kena pajak, yaitu jasa-jasa yang dikenakan PPN. Perlakuan akuntansi atas PPN yang dilakukan perusahaan dalam pencatatan maupun perhitungan sangat berpengaruh dalam pemberian informasi bagi perusahaan untuk dapat menghitung, membayar dan melaporkan PPN yang terutang dan juga akan mempengaruhi laporan keuangan perusahaan.
Setiap akhir periode akuntansi, masing-masing menejer manyampaikan pertanggungjawaban keuangan kepada semua pihak yang berkepentingan (pihak ekstern dan pihak intern). PPN yang dikenakan pada perusahaan konstruksi dalam satu periode, terdiri atas jumlah pembayaran PPN yang telah dipotong oleh Kantor Perbendaharaan Keuangan Daerah pada setiap termin proyek dan PPN masukkan yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat perusahaan membeli material. Umumnya pekerjaan jasa konstruksi diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Dan sebelum jasa itu selesai dan siap untuk diserahkan telah diterima pembayaran dimuka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian penyelesaian. Selanjutnya setelah bangunan tersebut selesai dikerjakan, maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada penerima jasa, pajak terutang pada saat penyerahan jasa kena pajak dilakukan meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong/kontraktor.
Dengan perlakuan akuntansi yang kurang tepat akan mengakibatkan jumlah (PPN yang terutang dan PPN dibayar di muka) tidak tepat untuk periode yang bersangkutan dan selanjutnya kan menimbulkan penafsiran yang salah bagi pemborong.
Perlakuan akuntansi yang benar dan jelas atas PPN sangat penting bagi perusahaan, karena apabila perlakuan PPN masukan atau PPN keluaran benar maka pada periode akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan akan diketahui dengan besarnya PPN yang terutang maupun PPN yang lebih bayar.
Kekeliruan perusahaan dalam memperlakukan PPN masukan sebagai beban usaha dan mengakui pendapatan yang masih mengandung unsur PPN sebagai pendapatan bersih akan dapat mengakibatakan Perhitungan Laba untuk periode yang bersangkutan dinyatakan terlalu besar (over statement) atau terlalu kecil (under statement). Sehingga akhirnya akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan secara keseluruhan serta akan dapat menimbulkan penafsiran yang salah bagi pembaca laporan keuangan.
Berdasarkan Latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis mengambil judul penelitian tentang “ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. FIKRI UTAMA PONTIANAK”.

Tujuan dari penelitian
1.      Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat terhadap Pajak Pertambahan Nilai yang timbul dari kegiatan operasional perusahaan
2.      Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penyajian PPN dalam Laporan Keuangan perusahaan
Landasan Teori
Akuntansi
1.      Pengertian Akuntansi
Secara umum, akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. American Institute of Certified Public accounting memberikan batasan tentang akuntansi sebagai berikut :
“Akuntansi adalah aktifitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat diantara sebagai alternative tindakan”.
2.      Standar Akuntansi Keuangan tentang Akuntansi Kontrak Konstruksi (PSAK No. 34)
Standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pokok penyusunan dan penyajian laporan keuangan suatu entitas, agar laporan yang disajikan dapat berguna bagi para pemakainya.
Semakin kompleknya perkembangan dan permasalahan yang dihadapi dunia usaha, dan semakin canggihnya arus teknologi informasi telah membawa SAK untuk mengadakan revisi-revisi dan penambahan terhadap penyajian yang ada. SAK dituntut untuk membantu memecahkan persoalan penyusunan laporan keuangan yang dihadapi. Pada tahun 1999 IAI telah merevisi dan menambah pernyataan dengan 55 PSAK. Kerangka dasar dan perangkat Standar Akuntansi Keuangan tersebut juga merupakan landasan yang kokoh untuk pengembangan lebih lanjut dimasa mendatang. Dengan demikian profesi akuntan Indonesia lebih siap mengirim masyarakat Indonesia khususnya dunia usaha memasuki era teknologi informasi dan pasar bebas.
Pengakuan pendapatan menyangkut cara peentuan pendapatan berkala yang dapat memenuhi kebutuhan untuk penyusutan laporan keuangan yang tepat waktunya. Menurut SAK (2009, 23.2, 06-07), pendapata dapat diartikan sebagai “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri, jumlah yang ditagih atas pihak ketiga seperti Pajak Pertambahan Nilai, bukam merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas, dank arena itu harus dikeluarkan dari penapatan.
Sedangkan menurut SAK (2009, 34.5, 20), pendapatan diakui bila hasil (outcome) kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak kontribiusi harus diakui masing-masing sebagai pendapatan dan beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal neraca (percentage of completion) taksiran rugi (expected loss) pada kontrak konstruksi tersebut harus diakui sebagai beban.

3.      Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006:1) Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut S.I. Djajadiningrat (Munawir : 2003) Pajak merupakan kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

4.      Jenis Pajak
a.        Pajak langsung
Pajak yang apabila beban pajak yang dipikul seseorang atau badan (tax burden) tidak dapat dilimpahkan (no tax shifting) kepada pihak lain.
Contohnya: Pajak penghasilan
b.      Pajak tidak langsung
Beban pajak yang dipikul seseorang (tax burden) dapat dilimpahkan (tax shifting) baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain.
Contohnya: Pajak pertambahan nilai, Pajak penjualan
c.  Pajak subjektif
Merupakan pajak yang erat kaitannya hubungannya dengan subjek yang dikenakan pajak, dan besarnya sangat dipengaruhi oleh keadaan subjek pajak. Memberikan perhatian pada wajib pajak.
Contohnya: Pajak penghasilan
d.   Pajak objektif
Merupakan pajak yang erat kaitannya hubungannya dengan objek pajak, sehingga besarnya jumlah pajak hanya tergantung pada keadaan objek itu, sama sekali tidak dipengaruhi oleh keadaan subjek pajak.
Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

5.      Pajak Pertambahan Nilai
Pajak pertambahan nilai sebenarnya sudah lama dikenal walaupun dalam berbagai nama. Ditijnau dari sejarahnya, pajak penjualan telah ditetapkan di Eropa pada abad pertengahan seperti, Belanda, Spanyol, Jerman, Prancis dan lain-lain.
Prancis sebagai Negara pertama yang mengadopsi Pajak Petambahan Nilai (Value Added Tax - VAT) tahun 1994 ditingkat pedagang besar yang akhirnya diperluas sampai pada penyerahan barang yang dilakukan pada tingkat pedagang eceran. Vietnam sebagai Negara di lingkungan Asia pertama kali menerapkan VAT yaitu tahun 1993, kemudian diikuti oleh Negara-negara lain seperti Korea 1997, Cina tahun 1984 sedangkan di Indonesia pertama kali menerapkan VAT pada awal april 1985 bersamaan dengan negara lainnya, yaitu Turki. Akhirnya negara Asia lainnya menyusul yaitu India tahun 1986 dan Filipina 1988.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan :
1.      Pajak tidak langsung.
2.      Pajak atas konsumsi dalam negeri.
Menurut Waluyu (2009:2) tentang Pajak Pertambahan Nilai :
“PPN merupakan pajak yang dikenakan hanya terhadap pertambahann nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada bebagai mata rantai penjualan jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya factor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, meghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termsuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak masukan adalah :
“Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena Perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemenfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak”. (dalam Undang-Undang Perpajakan Tahun 2009: 172).
Metode pengkreditan PPN masukan dengan PPN keluaran, pajak yang telah dipungut atas pembelian bahan baku atau bahan pembantu atau barang modal yang dipakai dalam proses produksi adalah bukan merupakan harga pokok dari barang atau jasa yang dijual karena pada akhirnya dapat diterima oleh pengusaha kena pajak yang bersangkutan.
Syarat utama pengkreditan pajak adalah adanya faktur pajak, pembuatan faktur pajak ini bersifat wajib, karena faktur pajak ini adalah bukti pungutan yang sah yang menjadi sarana pelaksana mekanisme pengkreditan PPN.

6.      Mekanisme Pemungutan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 menganut metode kredit pajak (credit method) serta metode faktur pajak (invoice method). Dalam metode ini, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atas pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode faktur pajak).
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :
1.      Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN olek PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
2.      Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib pajak memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
3.      Apabila dalam suatu masa pajak (janka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin) jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
4.      Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
5.      Pelaporan perhitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Sebelum barang kena pajak dan Jasa Kena Pajak dikonsumsi pada tingkat konsumen, PPN telah dipungut pada setiap mata rantai jalur produksi maupuan jalur distribusi. Pemungutan pada setiap tingkat ini tidak menimbulkan efek ganda (cascade effect) karena adanya umur kredit pajak. Oleh karena itu, beban pajak oleh konsumen besarnya tetap sama, tidak terpengaruh oleh panjang atau pendeknya jalur produksi atau jalur distribusi.

7.      Perlakuan Akuntansi
Ada dua perlakuan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan pajak tidak langsung tersebut ditinjau dari hal-hal sebagai berikut :
1.      Jika merupakan konsumen akhir maka Pajak Pertambahan Nilai dapat dimasukkan dalam beban usaha yaitu merupakan beban yang berhubungan dengan periode terjadinya. Beban yang berhubungan dengan periode terjadinya adalah merupakan beban yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan produk perusahaan. Pembebanan dengan periode terjadinya memngingat beban tersebut memberikan manfaat pada periode berjalan atau karena beban tersebut sudah tidak memberikan manfaat pada masa mendatang. Contohnya : gaji pegawai administrasi, alat tulis dan peralatan kantor, termasuk dalam kelompok ini adalah beban yang timbul dari alokasi biaya serta sitematis sepanjang periode yang memperoleh manfaat, seperti beban penyusutan aktiva tetap, amortisasi aktiva tidak berwujud dan sebagainya. Jadi untuk perusahaan yang membeli barang (beban) dan jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah jika merupakan konsumen akhir makan PPN dan PPnBM yang telah dibayar dapat disajikan dalam laporan laba rugi, yaitu pada komponen beban usaha.
2.      Jika bukan merupakan konsumen akhir, maka PPN tiddak dapat dimasukkan sebagai beban usaha tetapi harus dicantumkan dalam laopran keuangan, yaitu dalam neraca. Yaitu pada komponen piutang lancar, perkiraan piutang PPN (PPN dibayar dimuka) atau pada hutang lancar perkiraan hutang PPN. Dapat dimasukkan dalam piutang lancar atau hutang lancar atas dasar pertimbangan bahwa PPN ini sudah dapat diperhitungkan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, yaitu saat penerimaan pengembalian kelebihan pembayaran atau membayar kekurangan PPN ini. Sebab baik pengembalian kelebihan pembayaran atau membayar kekurangan PPN ini pada kahir tahun yang biasanya merupakan tahun penutup buku harus tampak dalam laporan keuangan.
Apabila PPN masukan lebih besar dari PPN keluaran berarti terdapat kelebihan pembayaran pajak. Apabila PPN masukan lebih kecil dari PPN keluaran berarti terdapat kekurangan pembayaran pajak. Hutang pajak merupakan jumlah pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan dengan pajak yang dibayar dimuka.
Pada setiap akhir tahun, setiap PKP akan menghitung PPN yang terhutang utnuk masa pajak yang bersangkutan untuk kemudian akan dibandingkan antara PPN masukan dan PPN keluaran, kemudian mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan Masa (SPM) untuk masa pajak yang bersangkutan yang berlaku sebagai laporan.
Oleh karenanya disini, akuntansi PPN bertujuan memberikan informasi bagi perusahaan untuk dapat mengitung, membayar dan melaporkan mengenai PPN yang terutang.

8.      Laporan Keuangan
Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafrie (2004 : 105): Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka panjang tertentu dan bagi para analisis merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomi suatu perusahaan.
Menurut Warren dkk (2004 : 18), bahwa Pengertian laporan keuangan adalah laporan akuntansi utama yang mengkomunikasikan informasi keuangan bagi pemakai.
Tujuan Laporan Keuangan
 Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK 2004: 3), tujuan laporan keuangan adalah:
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomis. Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaga masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan, antara lain :
a.       Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal perusahaan.
b.      Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva neto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.
c.       Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan di dalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
d.      Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan seperti informasi mengenai aktiva pembiayaan dan investasi.
e.       Untuk mengungkapkan sejauh mana mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntasni yang dianut perusahaan.
Adanya perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap Pajak Pertambahan Nilai yang terjadi akan berpengaruh pula terhadap penyajian di dalam laporan keuangan. Kesalahan dalam membedakan Pajak Pertambahan Nilai tersebut akan mengakibatkan informasi yang disajikan menjadi tidaklah relevan lagi, hal ini akan dapat menimbulkan penafsiran yang dalah bagi pembacanya atau dalam hal ini bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan.Dari seluruh penjelasan yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka dapatlah disusun konsep teori sebagai berikut
Perusahaan selaku PKP akan melakukan pembelian BKP untuk kegiatan produksi yang dikenakan PPN Masukan dan penjualan JKP yang dikenakan PPN Keluaran dan dicatat dalam Neraca dan Laporan Rugi Laba. Dari SPP dakan ditampilkan hasil pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, PPN lebih bayar akan terjadi bila PPN Masukan lebih besar dan PPN kurang bayar terjadi bila PPN Keluaran lebih besar sebagai dasar dari setoran Masa Pajak, dan akhirnya dicatat dalam Laporan Keuangan.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan menggunkan metode studi kasus pada CV. FIKRI UTAMA yang berlokasi di Pontianak.
Teknik analisis data
Menggunakan metode Analisis Kualitatif, yaitu mempelajari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan melakukan perbandingan prosedur yang diterapkan pada perusahaan konstruksi.
Untuk menjawab tujuan penelitian pertama menggunakan alat analisis sebagai berikut:
a.       Menganalisa rekening PPN pada Laporan Rugi Laba yang disajikan oleh perusahaan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 tentang Akuntansi Pendapatan yang timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi.
b.      Menganalisa pengaruh PPN dalam laporan keuangan perusahaan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 34 tentang Akuntansi untuk kontrak konstruksi.
Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua menggunakan alat analisis sebagai berikut :
Menganalisa seluruh pajak yang terutang selama tahun 2010 dengan menggunakan Credit Method, menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 pasal 9. Pada metode ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayarkan saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan.
Contoh :
PPN atas penjualan (PPN Keluaran)                                       Rp. 20.000
PPN atas pembelian (PPN Maasukan)                                    Rp.   4.000
Selisih merupakan PPN yang terutang                                    Rp. 16.000


PEMBAHASAN

A.    Perlakuan akuntansi terhadap Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan PSAK Tahun 2010 Edisi Revisi
Menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan merupakan salah satu kewajiban setiap Wajib Pajak, seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2000. Setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang harus dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.
Jika seorang pengusaha menjual barang yang dibuatnya atas yang diperdagangkannya atau menyerahkan jasa kepada pembeli atau penerima jasa, mereka dipungut pajak dengan menambahkannya pada harga jual yang dimintanya dari pembeli
Sehubungan dengan usaha yang dilakukan yaitu jasa konstruksi, CV. FIKRI UTAMA berkewajiban menghitung dan menyetorkan PPN-nya ke kas negara. PPN yang dimaksud adalah PPN atas seluruh penerimaan uang muka maupun termin-termin dari proyek yang dikerjakan oleh perusahaan, maka besarnya PPN yang diperhitungkan berdasarkan tahun kalender (1 januari sampai dengan 31 desember). PPN yang harus diperhitungkan dari dua sifat pajak yaitu PPN Masukan dan PPN Keluaran yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi. Berikut ini penulis akan memberikan gambaran bagaimana proses pencatatan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh perusahaan :

1.      PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dicatat perusahaan
a.       Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan di sini merupakan pajak yang dikenakan atas pembelian barang-barang kena pajak, di mana PPN masukan tersebut nantinya akan diperhitungkan kembali dengan PPN Keluaran yang dipungut atas penjualan jasa yang dilakukan oleh perusahaan. Berikut ini data proyek yang dikerjakan selama tahun 2010 beserta PPN nya :




Tabel 3.1
Paket proyek
CV. Fikri Utama
Tahun 2010

No.
Paket Proyek
Jumlah Biaya/Nilai Kontrak (Rp)
PPN
(Rp)
1.
Pengadaan kursi kerja untuk BPBD Prov. Kal-Bar
                  51.500.000
       4.681.818
2.
Pembangunan jalan Dusun Kasih II Desa Punggur Besar
                149.744.000
     13.613.090
3.
Pembangunan Parit Pangeran Desa Mega Timur
                  89.806.000
       8.164.181
4.
Pengadaan Buku Pengayaan, Buku Referensi dan Panduan Pendidikan SDN 07 Sasak
                  94.776.000
       8.616.000
5.
Pembangunan Jalan Sungai Itik Darat RT.11/RW.04 Dusun Melati Desa Sungai Itik Kec. Sui Kakap Kab. Kubu Raya
                  99.557.000
       9.050.636

Jumlah
                485.383.000
     44.125.725
          Sumber : Data olahan





Tabel 3.2
Pembelian bahan bangunan
Tahun 2010

No
Bulan
Harga Barang
PPN
Jumlah yg dibayar ke suppplier
1.
Januari
Rp. 11.200.000
Rp. 1.120.000
Rp. 12.320.000
2.
Maret
Rp.   5.600.000
Rp.     560.000
Rp.   6.160.000
3.
April
Rp.   7.200.000
Rp.     720.000
Rp.   7.920.000

Jumlah
Rp. 24.000.000
Rp.  2.400.000
Rp. 26.400.000
           Sumber : CV. Fikri Utama

Di atas terlihat PPN masukan dan PPN keluaran yang terjadi dari pendapatan proyek dan pembelian bahan baku. Perusahaan mencatat pendapatan kontrak sebagai pendapatan bersih yang masih terdapat unsur PPN dan kekeliruan perusahaan dalam mencatat PPN masukan.
Adapun jurnal yang dibuat oleh perusahaan pada saat melakukan pembelian bahan-bahan bangunan adalah sebagai berikut :
Bangunan dalam perencanaan                           Rp. 24.000.000
Beban usaha                                                       Rp. 2.400.000
Kas                                                                      Rp. 26.400.000
Jurnal di atas merupakan pencatatan pembelian bahan persediaan dibayar tunai (kas/Bank).

b.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Keluaran
Dalam pelaksanaan kegiatan proyek-proyek, terkadang perusahaan menerima uang muka (Persekot) yang besarnya tidak lebih dari 30 % (tiga puluh persen) dari nilai perjanjian atau kontrak yang dilakukan. Pembayaran uang muka tersebut dilakukan setelah perusahaan dalam hal ini rekanan proyek, mengasuransikan proyek tersebut. PPN Keluaran akan dipotong atau dipungut langsung oleh Kantor Pajak Negara atau Bank Indonesia dari pembayaran uang muka atau termin-termin serta mengeluarkan bukti pemotongan PPN tersebut.
Pada tiap akhir bulan, perusahaan akan melakukan perhitungan PPN yang terhutang untuk masa pajak yang bersangkutan dengan membandingkan antara PPN Keluaran dan PPN Masukan yang terjadi. Perusahaan selaku PKP mempunyai kewajiban untuk melaporkan dan menbayar jumlah PPN terhutang pada setiap bulan lewat Surat Pemberitahuan Masa (SPT) yang ada.
Untuk pengakuan pendapatan sendiri, oleh karena perusahaan di sini menerapakan metode persentase penyelesaian atau diakui sejalan kemajuan pekerjaan, maka realisasi Laba (Rugi) atas kontrak berjalan dari waktu ke waktu sesuai dengan usaha (pelaksanaan pekerjaan) untuk menyelesaikan kontrak tersebut.
Perusahaan dalam hal ini mencatat rekening pendapatan proyek dengan jumlah sebesar harga menurut faktur termasuk pajak yang terhutang dari transaksi, untuk kemudian membebankan sebagai biaya terhadap setoran Pajak Pertambahan Nilai kepada Kas Daerah.
Sedangkan untuk mencatat selesainya suatu proyek dan telah diserahkan ke pemberi order, perusahaan mencatatnya sebagai berikut :
Termin dalam penyelesaian                                Rp. 149.744.000
            Bangunan dalam penyelesaian                               Rp. 149.744.000
(Jurnal untuk mencatat selesainya proyek Pembangunan jalan Desa Kasih II Desa Punggur Besar)

2.      Perlakuan Akuntansi Kontrak Konstruksi Menurut PSAK No. 34
Untuk kepentingan pelaksanaan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan Pasal 16 UU PPN Tahun 2000 Pengusaha Kena Pajak diwajibkan melakukan pencatatan secara rinci tentang semua PPN yang ada dalam menjalankan usahanya.
Sistem Pajak Pertambahan Nilai yang mempunyai sistem mekanisme Kredit Pajak yaitu Pajak Masukan yang telah dibayar pada saat perolehan, dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut pada waktu penyerahan dimana pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran tersebut dilakukan dalan masa pajak yang sama yaitu selisih antara jumlah Pajak Keluaran dengan jumlah Pajak Masukan yang dapat dikondisikan selama satu bulan takwin. Berdasarkan hal tersebut maka dapatlah disampaikan bahwa PPN yang telah dikenakan atas pembelian bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam proses produksi bukanlah merupakan harga pokok dari jasa yang dijual, bukanlah merupakan konsumen akhir untuk memakai sendiri, selain itu pada akhirnya akan dapat diterima kembali oleh perusahaan selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Di samping itu, perusahaan di sini menggunakan dasar metode presentasi penyelesaian dan biaya untuk pembuatan suatu proyek yang dilaksanakan. Berdasarkan hal ini, perusahaan mencatat dengan mengkreditkan pendapatan dan mendebetkan harga pokok proyek atas biaya-biaya yang dibebankan atas proyek serta perkiraan bangunan dalam penyelesaian atas laba yang diperoleh perusahaan. Oleh karena pendapatan yang dicatat perusahaan tersebut pendapatan yang diperoleh dari penjualan jasa kepada pihak lain selama periode (Akuntansi) tertentu, maka seharusnya hasil penjualan perusahaan tersebut diukur dengan jumlah jasa yang dibebankan kepada pemilik proyek atas jasa yeng telah dilakukan saja. Apabila kepada pemberi proyek tersebut juga dibebankan PPN, maka atas pajak sebagai hasil dari penjualan jasa perusahaan. Dasar pemikiran tersebut, besarnya pendapatan adalah sama dengan harga tunai dalam transaksi penjualan atas jasa yang telah dilakukan perusahaan, karena PPN tidak termasuk dalam harga jual yang berarti bahwa pajak pertambahan nilai tersebut haruslah dipandang sebagai unsur penyesuaian untuk mencapai harga tunainya dan harus dikurangkan dari hasil penjualan tersebut atau dengan kata lain dengan mengkreditkan rekening PPN keluaran atas penjualan tersebut, sehingga akan diperoleh nilai penjuaan bersih yang nantinya akan tampak di dalam laporan keuangan perusahaan.

B.     Pencatatan Pajak Pertambahan Nilai dalam Laporan Keuangan
1.      Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai
Dalam menghitung jumlah PPN terhutang perusahaan menggunakan metode kredit (credit method) yaitu mengurangi antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan.
Selain itu dengan mengakui adanya pendapatan sebesar nilai faktur yang di dalamnya masih terdapat unsur PPN keluaran, maka akan berakibat laba (Rugi) bersih yang di dalam laporan keuangan perusahaan tersebut tidak dapat lagi dijalankan ukuran untuk menilai sejauh mana keefektifan perusahaan di dalam menjalankan usahanya (hasil usaha perusahaan).
Untuk lebih jelas mengenai pembahasan masalah PPN ini penulis akan mencoba memberikan gambaran lebih lanjut, bagaimana seharusnya perusahaan melakukan pencatatan atas pajak pertambahan nilai (PPN) berdasarkan atas teori-teori yang melandasinya.

Tabel 3.3
Paket proyek
CV. Fikri Utama
Tahun 2010

No.
Paket Proyek
Jumlah Biaya/Nilai Kontrak (Rp)
PPN
(Rp)
No. Kontrak/ SPK
Jangka waktu
1.
Pengadaan kursi kerja untuk BPBD Prov. Kal-Bar
51.500.000
4.681.818
027/02-KONTRAK /BPBD /2010
24 Mei 2010 – 25 Juni 2010 
2.
Pembangunan jalan Dusun Kasih II Desa Punggur Besar
149.744.000
13.613.090
620/617/SPK /PPK-CK/ CTK/2010
26 Juli 2010 – 23 Sept 2010
3.
Pembangunan Parit Pangeran Desa Mega Timur
89.806.000
8.164.181
620/216/SPK /PLH/PPK- CK/CTK/ 2010
23 September 2010 – 21 Nov 2010
4.
Pengadaan Buku Pengayaan, Buku Referensi dan Panduan Pendidikan SDN 07 Sasak
94.776.000
8.616.000
06/31.65/ SPK/18e.2/ DAK-SD/2010
9 November 2010 – 8 Des 2010
5.
Pembangunan Jalan Sungai Itik Darat RT.11/RW.04 Dusun Melati Desa Sungai Itik Kec. Sui Kakap Kab. Kubu Raya
99.557.000
9.050.636
620/1050/ SPK/PLH/ APBD-P/ PPK-CK/ CTK/ 2010
18 November 2010 – 27 Des 2010
            Sumber : Data olahan

Dari informasi-informasi yang diketahui tersebut, maka dapat dibuat suatu analisis lebih lanjut bagaimana seharusnya perusahaan dalam melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi yang dilakukan sebagai berikut :

Untuk transaksi yang terjadi pada bulan ini adalah transaksi atas pembelian bahan persediaan dan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN untuk masa pajak bulan januari 2010 atas proyek yang diperoleh. Adapun jurnal yang dibuat oleh perusahaan pada saat melakukan pembelian bahan-bahan bangunan adalah sebagai berikut :

Bangunan dalam perencanaan                 Rp.11.200.000
Beban pajak                                             Rp.  1.344.000
Kas                                                                   Rp.  12.544.000
(Jurnal di atas merupakan pencatatan pembelian bahan persediaan dibayar tunai (kas/Bank).

Kekeliruan yang dilakukan oleh perusahaan adalah mengakui PPN Masukan dan PPh sebagai beban usaha.
Adapun jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut adalah :
Persediaan bahan material                       Rp.11.200.000
PPN Masukan                                          Rp.    1.120.000
PPh                                                          Rp.       224.000
Kas                                                                      Rp.      12.544.000
(Jurnal untuk mencatat pembelian bahan persediaan dan PPN masukan serta PPh yang dibayarkan ke supplier).
PPN masukan tersebut dikenakan atas setiap pembelian bahan persediaan sebesar 10 % dari harga jual, baik secara tunai maupun secara kredit serta PPh sebesar 2 % dari harga jual, dimana perusahaan selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban pula melaporkan kewajiban PPN terhutangnya melalui Surat Pemberitahuan Masa (SPM) sebagai bukti pelaporannya, untuk masa pajak bulan januari 2010 adalah sebagai berikut :
PPN Keluaran                                                             :           -
PPN Masukan                                                             : (Rp. 1.120.000)
                                                                                      (Rp. 1.120.000)
PPN lebih bayar bulan lalu                                          :           -           .            
PPN lebih bayar bulan ini                                           : (Rp. 1.120.000)

Atas kelebihan bayar tersebut tidak dilakukan penjurnalan karena perusahaan tidak melakukan restitusi atas PPN lebih bayar tersebut sehingga akan diperhitungkan kembali pada masa pajak berikutnya.

Transaksi bulan Mei adalah Pengadaan kursi kerja untuk BPBD Provinsi Kalimantan Barat. Adapun pencatatan yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut :
Kas                                                          Rp.   45.881.819
Beban Pajak                                             Rp.     5.618.181
Proyek dalam pengerjaan                                    Rp.      51.500.000

Perusahaan dalam hal ini mencatat rekening pendapatan proyek dengan jumlah sebesar harga menurut faktur termasuk pajak yang terhutang dari transaksi, untuk kemudian membebankan sebagai biaya.
Adapun jurnal yang diperlukan adalah :
Kas                                                          Rp.   45.881.819
PPN keluaran                                           Rp.     4.681.818
PPh                                                          Rp.        936.363
Pendapatan kontrak pengadaan                          Rp.      51.500.000

PPN sebesar Rp. 4.681.818 tersebut merupakan jumlah yang dihitung dari  x jumlah tagihan yang diterima perusahaan sedangkan PPh sebesar Rp. 936.363 dihitung dari  x Dasar pengenaan pajak.
Adapun perhitungan SPM PPN untuk masa pajak bulan Mei 2010 adalah :
PPN keluaran                                                             :  Rp.     4.681.818
PPN masukan                                                            :            -
                                                                                      Rp.     4.681.818
PPN kurang bayar bulan lalu                                     :            -
PPN kurang bayar bulan ini                                       :  Rp.     4.681.818

Dengan adanya perlakuan akuntansi terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi, khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai tersebut, maka berdasarkan atas hasil analisis yang telah penulis kemukakan sebelumnya, perlu dilakukan koreksi atas pencatatan yang telah dilakukan perusahaan. Jurnal koreksi sebagai berikut :
Pajak Pertambahan Nilai                                 Rp.   44.125.725                          
Kas                                                                                 Rp.   44.125.725
(Jurnal koreksi atas pencatatan PPN oleh perusahaan tanpa memperhitungkan PPh dan pengkreditan PPN Masukannya).

Sedangkan atas hasil penjualan (pendapatan) yang oleh perusahaan dicatat pula adanya PPN atas hasil penjualan tersebut, seharusnya atas PPN tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai hasil dari penjualan perusahaan melainkan harus dikeluarkan dari hasil penjualan (pendapatan) sehingga akan diperoleh Nilai Penjualan Bersih yang nantinya akan menunjukkan Laporan Laba Rugi perusahaan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Perhitungan :
1.      PPN Pengadaan kursi kerja                                                  Rp.     4.681.818
2.      PPN Pembangunan jalan                                                      Rp.   13.613.090
3.      PPN Pembangunan parit                                                      Rp.     8.164.181
4.      PPN Pengadaaan buku                                                        Rp.     8.616.000
5.      PPN Pembangunan jalan                                                      Rp.     9.050.636
                                                                                             Rp.   44.125.725
Sedangkan hasil penjualan bersih secara keseluruhan dari proyek-proyek tersebut adalah :
1.      Pengadaan kursi kerja                                                          Rp.   46.818.180
2.      Pembangunan jalan                                                              Rp. 136.130.900
3.      Pembangunan parit                                                              Rp.   81.641.810
4.      Pengadaan buku                                                                   Rp.   86.160.000
5.      Pembangunan jalan                                                              Rp.   90.506.360
                                                                                             Rp. 441.257.250

Berdasarkan atas hasil analisis yang telah penulis lakukan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan pada saat ini adalah perusahaan selaku wajib bayar PPN atas jasa yang telah dilakukan kepada pemilik proyek telah memperlakukan PPN tersebut dalan hubungannya dengan harga jual yang ditetapkan, dengan mengkalkulasikan PPN tersebut dalam harga jual.
Hal ini mengakibatkan di dalam prakteknya, perusahaan mencatat hasil penjualannya kedalam rekening pendapatan proyek dalam jumlah seharga menurut faktur termasuk di dalamya pajak yang terutang dari suatu transaksi untuk kemudian membedakannya sebagai upaya terhadap setoran PPN tersebut ke kas daerah.
Terhadap prakateknya yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut terdapat dua hal yang tidak dibenarkan :
1.      Dengan mencatat kedalam rekening Pendapatan Proyek terhadap hasil penjualan yang didalamnya termasuk PPN dan memperlakukan PPN Masukan yang dibayar sebagai biaya, akan mengakibatkan hasil penjualan dan biaya usaha dilaporkan terlalu besar dari jumlah yang seharusnya. Pengalihan beban pajak tersebut tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk mendapatkan penghasilan bagi perusahaan, dilain pihak PPN itu juga bukan merupakan biaya.
2.      Dengan mencatat kedalam rekening Pendapatan Proyek sebagai hasil penjualan perusahaan dalam jumlah termasuk PPN Masukan yang terhutang dan kemudian memperlakukan PPN yang dibayar sebagai biaya akan diikuti pula oleh PPN yang terlalu rendah sebesar jumlah pajak yang terhutang dari transaksi penjualan dan disetor ke kas daerah.
Karenanya dengan mengakui adanya pendapatan sebesar harga menurut faktur termasuk PPN, maka akan mengakibatkan laba (rugi) bersih yang tampak di dalam laporan keuangan perusahaan tersebut tidak dapat lagi dijadikan ukuran dalam menilai sejauh mana keefektifan telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Oleh karena itu proses analisa antara pendapatan dan biaya-biaya yang bersangkutan merupakan hal yang penting dalam menentukan laba (rugi) periodik.
Walapun pada akhirnya nanti akan diperoleh laba bersih dalam jumlah yang sama pada laporan keuangan yang telah disajikan perusahaan dengan laporan keuangan yang telah dilakukan revisi atas laporan keuangan tersebut, namun dari segi kelayakan laporan keuangan tujuan tersebut tidak tercapai. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Theodorus M. Tuanakotta, “Bahwa suatu laporan yang disajikan dapat dikatakan layak apabila tidak adanya pos-pos yang dalam ikhtisar keuangan dinyatakan terlalu besar atau terlalu kecil dan apabila semua pengungkapan (disclosure) yang diperlukan telah disajikan pula.
Untuk itu ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam memperlakukan PPN tersebut dalam hubungannya dengan harga yang ditetapkan yaitu sebagai berikut :
1.      Perusahaan yang menyelenggarakan rekening PPN yang nantinya perkiraan ini untuk mencatat PPN atas transaksi penerimaan uang pelaksanaan kegiatan akan dicatat di sebelah debet dengan nama rekening “PPN Keluaran”. Sedangkan atas PPN yang timbul dari adanya transaksi pembelian bahan bangunan dicatat di sebelah debet dengan nama rekening “PPN masukan”. Pendapatan yang sudah dapat diakui atas suatu proyek yang sudah selesai dengan tahap (persentase) pengerjaannya, maka atas PPN-nya (PPN Keluaran) dicatat pula di sebelah kredit sehingga akan diperoleh hasil penjualan bersih (pendapatan) atas jasa yang telah dilaksanakan oleh perusahaan tersebut, dimana nantinya hasil penjualan bersih ini akan tampak pada laporan keuangan perusahaan.
2.      Apabila perusahaan tetap ingin mempertahankan praktek yang telah dilaksanakan selama ini dalam memperlakukan PPN-nya secara periodik, maka perlu dibuat adanya jurnal penyesuaian untuk mencatat jumlah pajak yang terhutang dari transaksi penjualan dalam periode yang bersangkutan dan membatalkan pencatatan terhadap setoran PPN yang semula diperlakukan sebagai biaya.
Adapun jurnal penyesuaian yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Pajak pertambahan nilai                                  Rp. 44.125.725
               Kas                                                                  Rp. 44.125.725
(jurnal penyesuaian untuk mencatat koreksi atas setoran PPN yang diperlukan sebagai biaya )

2.      Pengaruh Koreksi Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Laporan Keuangan Perusahaan
Dari hasil koreksi yang telah penulis kemukakan di atas, maka dari jumlah penjualan yang telah disajikan dalam laporan keuangan perusahaan tersebut akan diperoleh hasil penjualan bersih atas penjualan jasa yang telah dilakukan oleh perusahaan. Begitu pula dengan Pajak Pertambahan Nilai yang oleh perusahaan dilaporkan dalam jumlah yang besar dan berpengaruh pada laporan laba rugi. Setelah dilakukan koreksi atas Pajak Pertambahan Nilai yang jumlah seharusnya yang dilaporkan lebih kecil maka pengaruhnya pada laporan laba rugi adalah mengakibatkan laba yang mengalami kenaikan. Selain itu informasi-informasi keuangan yang disajikan dalam periode yang bersangkutan akan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai usaha perusahaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan perusahaan tersebut dan lebih relevan sehingga akan dapat mengurangi timbulnya kesalahan penafsiran bagi pembacanya. Dalam hal ini bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai dasar pertimbangan di dalam pengambilan keputusan ekonomi, khususnya bagi pihak manajemen dalam mengambil keputusan terhadap penentuan Harga Jual.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan atas hasil analisis yang telah penulis lakukan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Perusahaan memperlakukan pencatatan tidak sesuai dengan PSAK karena perusahaan mencatat kedalam rekening Pendapatan Proyek terhadap hasil penjualan yang didalamnya termasuk PPN dan memperlakukan PPN Masukan yang dibayar sebagai biaya, akan mengakibatkan hasil penjualan dan biaya usaha dilaporkan terlalu besar dari jumlah yang seharusnya. Sedangkan menurut PSAK jika merupakan konsumen akhir maka Pajak Pertambahan Nilai dapat dimasukkan dalam beban usaha yang merupakan beban yang berhubungan dengan periode terjadinya. Jika bukan merupakan konsumen akhir, maka Pajak Pertambahan Nilai dapat dimasukkan dsebagai beban usaha tetapi harus dicantumkan dalam laporan keuangan.
2.      Perusahaan mengakui adanya pendapatan sebesar harga menurut faktur termasuk PPN, maka akan mengakibatkan laba (rugi) bersih yang tampak di dalam laporan keuangan perusahaan tersebut tidak dapat lagi disajiikan ukuran dalam menilai sejauh mana keefektifan telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 sistem Pajak Pertambahan Nilai mempunyai sistem mekanisme Kredit Pajak yaitu Pajak masukan yang telah dibayar pada saat perolehan, harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut pada saat penyerahan.Oleh karena itu proses mempertemukan secara layak antara pendapatan biaya-biaya yang bersangkutan merupakan hal yang penting dalam menentukan laba (rugi) periodik.

Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka saran dari penulis adalah :
1.      Perusahaan yang menyelenggarakan rekening PPN yang nantinya perkiraan ini untuk mencatat PPN atau transaksi penerimaan uang pelaksanaan kegiatan akan dicatat di sebelah debet dengan nama rekening “PPN Keluaran”, sedangkan atas PPN yang timbul dari adanya transaksi pembelian bahan bangunan dicatat di sebelah debet dengan nama rekening “PPN masukan”.
2.      Apabila perusahaan tetap ingin mempertahankan praktek yang telah dilaksanakan selama ini dalam memperlakukan PPN-nya secara periodik (akhir bulan atau tahun), maka perlu dibuat adanya jurnal penyesuaian untuk mencatat jumlah pajak yang terhutang dari transaksi penjualan dalam periode yang bersangkutan dan membatalkan pencatatan terhadap setoran PPN yang semula diperlakukan sebagai biaya.

REFERENSI
Ikatan akuntan Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Per 1 September 2007, Salemba Empat: Jakarta
Mardiasmo, 2006, Perpajakan, Penerbit ANDI: Yogyakarta
Nazir, Moh, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia: Jakarta
Resmi, Siti, 2009, Perpajakan: Teori dan kasus, Buku Satu, Edisi Kelima, Penerbit Salemba Empat: Jakarta
Rahayu, Siti Kurnia, 2009, Perpajakan: Teori dan Teknis Perhitungan, Edisi Pertama, Graha Ilmu: Jakarta
Zain, Moh, 2010, Himpunan Undang-Undang Perpajakan, Indeks: Jakarta
Djuharie, Otong Setiawan, 2001, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi, Yrama Widaya: Bandung
Waluyo, 2009, Perpajakan Indonesia, Buku satu, Salemba Empat: Jakarta
Waluyo, 2009, Perpajakan Indonesia, Buku dua, Salemba Empat: Jakarta
Sukardji, Untung, 2008, Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi, PT. Raja Giafindo Persada: Jakarta
Gill, O.Jmaes, 2008, Memahami Laporan Keuangan, Seri Panduan Praktis, Penerbit PPM: Jakarta
Muljono, Djoko, 2009, Akuntansi Pajak, Edisi Revisi, Penerbit Andi: Yogyakarta
Muljono, Djoko, 2007, PPH dan PPN Untuk berbagai Kegiatan Usaha, Penerbit Andi: Yogyakarta
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi: Yogyakarta
Waluyo, 2011, Perpajakan Indonesia, Edisi 10 Buku 2, Penerbit Salemba Empat: Jakarta
Steven, M. Bragg, 2012, Panduan IFRS, Indeks: Jakarta
Undang-Undang Perpajakan,2009, Penerbit Salemba Empat: Jakarta
Rusdi, Muhammad, 2007, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Edisi Keempat, Penerbit Indeks: Jakarta


3 komentar:

  1. TKS Gan pencerahannya semoga bertambah ilmunya

    BalasHapus
  2. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
    hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
    profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
    Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus