ANALISIS
AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PADA
CV. FIKRI UTAMA PONTIANAK
Muhammad Akbar(B11109004)
ABSTRAKSI
Di
era globalisasi ini pemerintah memusatkan pendanaan pada pendapatan negara
yaitu pada sektor pajak. Guna membiayai kebutuhan untuk pembangunan dan
kepentingan rutin negara yang semakin meningkat. Dalam hal ini pemerintah
menitikberatkan pada pengefektifan pemungutan pajak. Maka perhitungan dan
pembayaran yang benar dan jelas dari pihak-pihak yang kena pajak akan membantu
pemerintah.
Pajak adalah peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang
dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat
ditunjukkan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang dapat
digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau untuk mencapai tujuan yang
ada diluar bidang keuangan negara. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai adalah
pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai yang timbul pada setiap jalur
produksi dan distribusi, sehingga pajak masuk ke kas negara berangsur-angsur
lewat tiap jalur produksi dan distribusi dari barang tersebut.
CV.
Fikri Utama Pontianak merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam
bidang jasa konstruksi, dimana dalam usahanya dikenakan PPN atas penyerahan
barang/jasa tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya perusahaan membuat
laporan keuangan yang digunakan sebagai dasar kinerja perusahaan baik untuk
intern maupun ekstern perusahaan. Pendapatan proyek yang masih terdapat unsur
PPN dan dianggap pendapatan bersih oleh perusahaan akan mempengaruhi laporan
keuangan khususnya laporan laba rugi. Ini tentunya menimbulkan kebingungan pada
penggunaan dan pembaca laporan keuangan.
Dari
hasil analisis dapat dilihat adanya kesalahan dalam penyajian PPN pada laporan
keuangan, khususnya pada laporan laba rugi. Hal ini tentunya tidak sesuai
dengan prinsip dan teori akuntansi yang ada. Oleh karena itu, perusahaan
seharusnya lebih memusatkan perhatian pada penyajian laporan keuangan agar
tidak menimbulkan kebingungan pada pengguna dan pembaca laporan keuangan
sehingga citra perusahaan akan terjaga baik.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penerimaan
negara yang berasal dari pajak tidak menimbulkan risiko, melainkan memberikan
keuntungan karena pungutan pajak ini akan digunakan untuk membiayai kepentingan
umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan
masyarakat, pendidikan, kesejahteraan,
dan sebagainya.
Dalam hal ini pemerintah tidak bermaksud untuk menambah beban pajak pada masyarakat melainkan dengan
meniktikberatkan pada pengefektifan pemungutan pajak yaitu dengan mencegah
kebocoran pajak dan mencegah penyelundupan atau penggelapan pajak. Pajak adalah
peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat
ditunjukan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang dapat
digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau untuk mencapai tujuan yang
ada diluar bidang keuangan Negara.
Untuk memberikan kepastian hukum yang memadai bagi wajib pajak dan
aparatur pajak, khususnya yang menyangkut keseimbangan antara hak dan kewajiban
perpajakan. Pemerintah telah mengatur praktek-praktek perpajakan di Indonesia
melalui Undang-Undang Perpajakan termasuk Pajak Pertambahan Nilai, yaitu
Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No. 8 Tahun
1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah. Jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dalam hal ini adalah
jasa yang dilakukan oleh pemborong, kontraktor, sub kontraktor kepada pihak
manapun juga dalam wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan macamnya pajak dikelompokkan dalam Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Pajak Bea Materai, Bea dan Cukai. Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak yang
dilakukan di dalam Daerah Pabean atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean.
CV. Fikri Utama adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa konstruksi.
Dalam kewajibannya kepada negara sehubungan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun
2000 tantang Pajak Pertambahan Nilai dalam mengolah laporan keuanganya yang
disusun setiap akhir periode harus memperhitungkan pajak yang akan dibayar
termasuk PPN.
Sebagai sebuah perusahaan, CV. Fikri Utama mempunyai tujuan memperoleh
laba atau keuntungan dan untuk itu diperlukan adanya suatu laporan keuangan
yang berfungsi sebagai media informasi yang nantinya akan dipakai sebagai bahan
pertimbangan dan pengambilan keputusan ekonomi, baik bagi pihak ekstern maupun
pihak intern perusahaan.
Dalam pembuatan kontrak mengenai penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak harus disebutkan dengan jelas tentang nilai kontrak,
Dasar Pengenaan Pajak dan besarnya pajak yang terhutang. Pada perusahaan jasa
konstruksi, pengakuan pendapatan proyek dalam satu periode terdapat pada proyek
yang sedang dikerjakan yang telah selesai pengerjaannya. Ini menjadi masalah
tersendiri karena memerlukan perlakuan yang tepat, baik dalam pencatatan dan
perhitungannya. Jasa konstruksi adalah termsuk jasa kena pajak, yaitu jasa-jasa
yang dikenakan PPN. Perlakuan akuntansi atas PPN yang dilakukan perusahaan
dalam pencatatan maupun perhitungan sangat berpengaruh dalam pemberian
informasi bagi perusahaan untuk dapat menghitung, membayar dan melaporkan PPN
yang terutang dan juga akan mempengaruhi laporan keuangan perusahaan.
Setiap akhir periode akuntansi, masing-masing menejer manyampaikan
pertanggungjawaban keuangan kepada semua pihak yang berkepentingan (pihak
ekstern dan pihak intern). PPN yang dikenakan pada perusahaan konstruksi dalam
satu periode, terdiri atas jumlah pembayaran PPN yang telah dipotong oleh
Kantor Perbendaharaan Keuangan Daerah pada setiap termin proyek dan PPN
masukkan yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat perusahaan membeli material.
Umumnya pekerjaan jasa konstruksi diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Dan
sebelum jasa itu selesai dan siap untuk diserahkan telah diterima pembayaran
dimuka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian
penyelesaian. Selanjutnya setelah bangunan tersebut selesai dikerjakan, maka
jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada penerima jasa, pajak terutang
pada saat penyerahan jasa kena pajak dilakukan meskipun pembayaran lunas jasa
pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong/kontraktor.
Dengan perlakuan akuntansi yang kurang tepat akan mengakibatkan jumlah
(PPN yang terutang dan PPN dibayar di muka) tidak tepat untuk periode yang
bersangkutan dan selanjutnya kan menimbulkan penafsiran yang salah bagi
pemborong.
Perlakuan akuntansi yang benar dan jelas atas PPN sangat penting bagi
perusahaan, karena apabila perlakuan PPN masukan atau PPN keluaran benar maka
pada periode akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan akan diketahui dengan
besarnya PPN yang terutang maupun PPN yang lebih bayar.
Kekeliruan perusahaan dalam memperlakukan PPN masukan sebagai beban usaha
dan mengakui pendapatan yang masih mengandung unsur PPN sebagai pendapatan
bersih akan dapat mengakibatakan Perhitungan Laba untuk periode yang
bersangkutan dinyatakan terlalu besar (over
statement) atau terlalu kecil (under
statement). Sehingga akhirnya akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan
secara keseluruhan serta akan dapat menimbulkan penafsiran yang salah bagi
pembaca laporan keuangan.
Berdasarkan
Latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis mengambil judul
penelitian tentang “ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. FIKRI
UTAMA PONTIANAK”.
Tujuan dari penelitian
1.
Untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat terhadap Pajak
Pertambahan Nilai yang timbul dari kegiatan operasional perusahaan
2.
Untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana penyajian PPN dalam Laporan Keuangan perusahaan
Landasan Teori
Akuntansi
1.
Pengertian Akuntansi
Secara umum, akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang
menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas
ekonomi dan kondisi perusahaan. American Institute of Certified Public
accounting memberikan batasan tentang akuntansi sebagai berikut :
“Akuntansi adalah
aktifitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif,
terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang
dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan
pilihan yang tepat diantara sebagai alternative tindakan”.
2.
Standar Akuntansi
Keuangan tentang Akuntansi Kontrak Konstruksi (PSAK No. 34)
Standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pokok penyusunan dan penyajian
laporan keuangan suatu entitas, agar laporan yang disajikan dapat berguna bagi
para pemakainya.
Semakin kompleknya perkembangan dan permasalahan yang dihadapi dunia
usaha, dan semakin canggihnya arus teknologi informasi telah membawa SAK untuk
mengadakan revisi-revisi dan penambahan terhadap penyajian yang ada. SAK
dituntut untuk membantu memecahkan persoalan penyusunan laporan keuangan yang
dihadapi. Pada tahun 1999 IAI telah merevisi dan menambah pernyataan dengan 55
PSAK. Kerangka dasar dan perangkat Standar Akuntansi Keuangan tersebut juga
merupakan landasan yang kokoh untuk pengembangan lebih lanjut dimasa mendatang.
Dengan demikian profesi akuntan Indonesia lebih siap mengirim masyarakat
Indonesia khususnya dunia usaha memasuki era teknologi informasi dan pasar
bebas.
Pengakuan pendapatan menyangkut cara peentuan pendapatan berkala yang
dapat memenuhi kebutuhan untuk penyusutan laporan keuangan yang tepat waktunya.
Menurut SAK (2009, 23.2, 06-07), pendapata dapat diartikan sebagai “Arus masuk
bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama
suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang
tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri, jumlah yang
ditagih atas pihak ketiga seperti Pajak Pertambahan Nilai, bukam merupakan
manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan
ekuitas, dank arena itu harus dikeluarkan dari penapatan.
Sedangkan menurut SAK (2009, 34.5, 20), pendapatan diakui bila hasil (outcome) kontrak konstruksi dapat
diestimasi secara andal, pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan
dengan kontrak kontribiusi harus diakui masing-masing sebagai pendapatan dan
beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal
neraca (percentage of completion)
taksiran rugi (expected loss) pada
kontrak konstruksi tersebut harus diakui sebagai beban.
3.
Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006:1) Pajak merupakan
iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut S.I.
Djajadiningrat (Munawir : 2003) Pajak merupakan kewajiban menyerahkan sebagian
daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi
tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan umum.
4.
Jenis Pajak
a.
Pajak langsung
Pajak yang apabila beban pajak yang dipikul seseorang atau
badan (tax burden) tidak dapat
dilimpahkan (no tax shifting) kepada
pihak lain.
Contohnya: Pajak penghasilan
b.
Pajak tidak langsung
Beban pajak yang dipikul seseorang (tax burden) dapat dilimpahkan (tax
shifting) baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain.
Contohnya: Pajak pertambahan nilai, Pajak penjualan
c. Pajak
subjektif
Merupakan pajak yang erat kaitannya hubungannya dengan subjek
yang dikenakan pajak, dan besarnya sangat dipengaruhi oleh keadaan subjek
pajak. Memberikan perhatian pada wajib pajak.
Contohnya: Pajak penghasilan
d. Pajak objektif
Merupakan pajak yang erat kaitannya hubungannya dengan objek
pajak, sehingga besarnya jumlah pajak hanya tergantung pada keadaan objek itu,
sama sekali tidak dipengaruhi oleh keadaan subjek pajak.
Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.
5.
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak pertambahan nilai sebenarnya sudah lama dikenal walaupun dalam
berbagai nama. Ditijnau dari sejarahnya, pajak penjualan telah ditetapkan di
Eropa pada abad pertengahan seperti, Belanda, Spanyol, Jerman, Prancis dan
lain-lain.
Prancis sebagai Negara pertama yang mengadopsi Pajak Petambahan Nilai (Value Added Tax - VAT) tahun 1994
ditingkat pedagang besar yang akhirnya diperluas sampai pada penyerahan barang
yang dilakukan pada tingkat pedagang eceran. Vietnam sebagai Negara di
lingkungan Asia pertama kali menerapkan VAT yaitu tahun 1993, kemudian diikuti
oleh Negara-negara lain seperti Korea 1997, Cina tahun 1984 sedangkan di
Indonesia pertama kali menerapkan VAT pada awal april 1985 bersamaan dengan
negara lainnya, yaitu Turki. Akhirnya negara Asia lainnya menyusul yaitu India
tahun 1986 dan Filipina 1988.
Pajak Pertambahan Nilai
merupakan :
1.
Pajak tidak langsung.
2.
Pajak atas konsumsi
dalam negeri.
Menurut Waluyu (2009:2)
tentang Pajak Pertambahan Nilai :
“PPN merupakan pajak
yang dikenakan hanya terhadap pertambahann nilainya saja dan dipungut beberapa
kali pada bebagai mata rantai penjualan jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu
sendiri timbul karena digunakannya factor-faktor produksi pada setiap jalur
perusahaan dalam menyiapkan, meghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk
mendapatkan dan mempertahankan laba termsuk bunga modal, sewa, tanah, upah
kerja dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak masukan adalah :
“Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak karena Perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemenfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor
Barang Kena Pajak”. (dalam Undang-Undang Perpajakan Tahun 2009: 172).
Metode pengkreditan PPN masukan dengan PPN keluaran, pajak yang telah
dipungut atas pembelian bahan baku atau bahan pembantu atau barang modal yang
dipakai dalam proses produksi adalah bukan merupakan harga pokok dari barang
atau jasa yang dijual karena pada akhirnya dapat diterima oleh pengusaha kena
pajak yang bersangkutan.
Syarat utama pengkreditan pajak adalah adanya faktur pajak, pembuatan
faktur pajak ini bersifat wajib, karena faktur pajak ini adalah bukti pungutan
yang sah yang menjadi sarana pelaksana mekanisme pengkreditan PPN.
6.
Mekanisme Pemungutan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 menganut metode kredit
pajak (credit method) serta metode
faktur pajak (invoice method). Dalam
metode ini, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN dipungut
secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan
pajak berganda atas pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan
diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk
melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak
(metode faktur pajak).
Mekanisme pengenaan PPN
dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
Pada saat
membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN olek PKP penjual. Bagi pembeli,
PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka
dan disebut Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa
faktur pajak.
2.
Pada saat
menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib pajak memungut PPN. Bagi
penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut
PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
3.
Apabila dalam suatu
masa pajak (janka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin) jumlah
Pajak Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus
disetorkan ke kas negara.
4.
Apabila dalam suatu
masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan,
selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa
pajak berikutnya.
5.
Pelaporan perhitungan
PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Sebelum barang kena pajak dan Jasa Kena Pajak dikonsumsi pada tingkat
konsumen, PPN telah dipungut pada setiap mata rantai jalur produksi maupuan
jalur distribusi. Pemungutan pada setiap tingkat ini tidak menimbulkan efek
ganda (cascade effect) karena adanya
umur kredit pajak. Oleh karena itu, beban pajak oleh konsumen besarnya tetap
sama, tidak terpengaruh oleh panjang atau pendeknya jalur produksi atau jalur
distribusi.
7.
Perlakuan Akuntansi
Ada dua perlakuan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan pajak
tidak langsung tersebut ditinjau dari hal-hal sebagai berikut :
1.
Jika merupakan konsumen
akhir maka Pajak Pertambahan Nilai dapat dimasukkan dalam beban usaha yaitu merupakan
beban yang berhubungan dengan periode terjadinya. Beban yang berhubungan dengan
periode terjadinya adalah merupakan beban yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan produk perusahaan. Pembebanan dengan periode terjadinya
memngingat beban tersebut memberikan manfaat pada periode berjalan atau karena
beban tersebut sudah tidak memberikan manfaat pada masa mendatang. Contohnya :
gaji pegawai administrasi, alat tulis dan peralatan kantor, termasuk dalam
kelompok ini adalah beban yang timbul dari alokasi biaya serta sitematis
sepanjang periode yang memperoleh manfaat, seperti beban penyusutan aktiva
tetap, amortisasi aktiva tidak berwujud dan sebagainya. Jadi untuk perusahaan
yang membeli barang (beban) dan jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah jika merupakan konsumen
akhir makan PPN dan PPnBM yang telah dibayar dapat disajikan dalam laporan laba
rugi, yaitu pada komponen beban usaha.
2.
Jika bukan merupakan
konsumen akhir, maka PPN tiddak dapat dimasukkan sebagai beban usaha tetapi
harus dicantumkan dalam laopran keuangan, yaitu dalam neraca. Yaitu pada
komponen piutang lancar, perkiraan piutang PPN (PPN dibayar dimuka) atau pada
hutang lancar perkiraan hutang PPN. Dapat dimasukkan dalam piutang lancar atau
hutang lancar atas dasar pertimbangan bahwa PPN ini sudah dapat diperhitungkan
dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, yaitu saat penerimaan pengembalian
kelebihan pembayaran atau membayar kekurangan PPN ini. Sebab baik pengembalian
kelebihan pembayaran atau membayar kekurangan PPN ini pada kahir tahun yang
biasanya merupakan tahun penutup buku harus tampak dalam laporan keuangan.
Apabila PPN masukan lebih besar dari PPN keluaran berarti terdapat
kelebihan pembayaran pajak. Apabila PPN masukan lebih kecil dari PPN keluaran
berarti terdapat kekurangan pembayaran pajak. Hutang pajak merupakan jumlah
pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan dengan pajak yang dibayar dimuka.
Pada setiap akhir tahun, setiap PKP akan menghitung PPN yang terhutang utnuk
masa pajak yang bersangkutan untuk kemudian akan dibandingkan antara PPN
masukan dan PPN keluaran, kemudian mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan
Masa (SPM) untuk masa pajak yang bersangkutan yang berlaku sebagai laporan.
Oleh karenanya disini, akuntansi PPN bertujuan memberikan informasi bagi
perusahaan untuk dapat mengitung, membayar dan melaporkan mengenai PPN yang
terutang.
8.
Laporan Keuangan
Pengertian
Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafrie (2004 : 105): Laporan keuangan menggambarkan
kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau
jangka panjang tertentu dan bagi para analisis merupakan media yang paling
penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomi suatu perusahaan.
Menurut Warren dkk (2004 : 18), bahwa Pengertian laporan keuangan adalah
laporan akuntansi utama yang mengkomunikasikan informasi keuangan bagi pemakai.
Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan
(SAK 2004: 3), tujuan laporan keuangan adalah:
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomis.
Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial,
karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan,
pemerintah serta lembaga-lembaga masyarakat. Mereka menggunakan laporan
keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan,
antara lain :
a.
Untuk memberikan
informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta
modal perusahaan.
b.
Untuk memberikan
informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva neto (aktiva
dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam
rangka memperoleh laba.
c.
Untuk memberikan
informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan di dalam
menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
d.
Untuk memberikan
informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu
perusahaan seperti informasi mengenai aktiva pembiayaan dan investasi.
e.
Untuk mengungkapkan
sejauh mana mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang
relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan
akuntasni yang dianut perusahaan.
Adanya perlakuan akuntansi yang berbeda
terhadap Pajak Pertambahan Nilai yang terjadi akan berpengaruh pula terhadap
penyajian di dalam laporan keuangan. Kesalahan dalam membedakan Pajak
Pertambahan Nilai tersebut akan mengakibatkan informasi yang disajikan menjadi
tidaklah relevan lagi, hal ini akan dapat menimbulkan penafsiran yang dalah
bagi pembacanya atau dalam hal ini bagi pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan.Dari seluruh penjelasan yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, maka dapatlah disusun konsep teori sebagai berikut
Perusahaan selaku PKP akan melakukan
pembelian BKP untuk kegiatan produksi yang dikenakan PPN Masukan dan penjualan
JKP yang dikenakan PPN Keluaran dan dicatat dalam Neraca dan Laporan Rugi Laba.
Dari SPP dakan ditampilkan hasil pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran,
PPN lebih bayar akan terjadi bila PPN Masukan lebih besar dan PPN kurang bayar
terjadi bila PPN Keluaran lebih besar sebagai dasar dari setoran Masa Pajak,
dan akhirnya dicatat dalam Laporan Keuangan.
METODE
PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan
menggunkan metode studi kasus pada CV. FIKRI UTAMA yang berlokasi di Pontianak.
Teknik analisis data
Menggunakan metode Analisis Kualitatif, yaitu mempelajari Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan melakukan perbandingan prosedur yang
diterapkan pada perusahaan konstruksi.
Untuk menjawab tujuan penelitian pertama menggunakan alat analisis sebagai
berikut:
a.
Menganalisa rekening
PPN pada Laporan Rugi Laba yang disajikan oleh perusahaan dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 tentang Akuntansi Pendapatan yang
timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi.
b.
Menganalisa pengaruh
PPN dalam laporan keuangan perusahaan dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 34 tentang Akuntansi untuk kontrak konstruksi.
Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua menggunakan alat analisis
sebagai berikut :
Menganalisa seluruh
pajak yang terutang selama tahun 2010 dengan menggunakan Credit Method, menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 pasal 9.
Pada metode ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayarkan saat
pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan.
Contoh :
PPN atas penjualan (PPN Keluaran) Rp.
20.000
PPN atas pembelian (PPN Maasukan) Rp. 4.000
Selisih merupakan PPN yang terutang Rp.
16.000
PEMBAHASAN
A.
Perlakuan akuntansi terhadap Pajak Pertambahan Nilai
berdasarkan PSAK Tahun 2010 Edisi Revisi
Menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan merupakan salah satu kewajiban
setiap Wajib Pajak, seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2000. Setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang harus dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN
dan PPnBM.
Jika seorang pengusaha menjual barang
yang dibuatnya atas yang diperdagangkannya atau menyerahkan jasa kepada pembeli
atau penerima jasa, mereka dipungut pajak dengan menambahkannya pada harga jual
yang dimintanya dari pembeli
Sehubungan dengan usaha yang dilakukan yaitu jasa konstruksi, CV. FIKRI
UTAMA berkewajiban menghitung dan menyetorkan PPN-nya ke kas negara. PPN yang
dimaksud adalah PPN atas seluruh penerimaan uang muka maupun termin-termin dari
proyek yang dikerjakan oleh perusahaan, maka besarnya PPN yang diperhitungkan
berdasarkan tahun kalender (1 januari sampai dengan 31 desember). PPN yang
harus diperhitungkan dari dua sifat pajak yaitu PPN Masukan dan PPN Keluaran
yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi. Berikut ini penulis akan
memberikan gambaran bagaimana proses pencatatan Pajak Pertambahan Nilai yang
dilakukan oleh perusahaan :
1.
PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dicatat perusahaan
a.
Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) Masukan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan di sini merupakan pajak
yang dikenakan atas pembelian barang-barang kena pajak, di mana PPN masukan
tersebut nantinya akan diperhitungkan kembali dengan PPN Keluaran yang dipungut
atas penjualan jasa yang dilakukan oleh perusahaan. Berikut ini data proyek
yang dikerjakan selama tahun 2010 beserta PPN nya :
Tabel 3.1
Paket proyek
CV. Fikri Utama
Tahun 2010
No.
|
Paket Proyek
|
Jumlah Biaya/Nilai Kontrak (Rp)
|
PPN
(Rp)
|
1.
|
Pengadaan kursi kerja untuk BPBD
Prov. Kal-Bar
|
51.500.000
|
4.681.818
|
2.
|
Pembangunan jalan Dusun Kasih II
Desa Punggur Besar
|
149.744.000
|
13.613.090
|
3.
|
Pembangunan Parit Pangeran Desa
Mega Timur
|
89.806.000
|
8.164.181
|
4.
|
Pengadaan Buku Pengayaan, Buku
Referensi dan Panduan Pendidikan SDN 07 Sasak
|
94.776.000
|
8.616.000
|
5.
|
Pembangunan Jalan Sungai Itik
Darat RT.11/RW.04 Dusun Melati Desa Sungai Itik Kec. Sui Kakap Kab. Kubu Raya
|
99.557.000
|
9.050.636
|
|
Jumlah
|
485.383.000
|
44.125.725
|
Sumber : Data olahan
Tabel 3.2
Pembelian bahan bangunan
Tahun 2010
No
|
Bulan
|
Harga Barang
|
PPN
|
Jumlah yg dibayar ke suppplier
|
1.
|
Januari
|
Rp. 11.200.000
|
Rp. 1.120.000
|
Rp. 12.320.000
|
2.
|
Maret
|
Rp. 5.600.000
|
Rp. 560.000
|
Rp. 6.160.000
|
3.
|
April
|
Rp. 7.200.000
|
Rp. 720.000
|
Rp. 7.920.000
|
|
Jumlah
|
Rp. 24.000.000
|
Rp. 2.400.000
|
Rp. 26.400.000
|
Sumber : CV. Fikri Utama
Di atas terlihat PPN masukan dan PPN keluaran yang terjadi
dari pendapatan proyek dan pembelian bahan baku. Perusahaan mencatat pendapatan
kontrak sebagai pendapatan bersih yang masih terdapat unsur PPN dan kekeliruan
perusahaan dalam mencatat PPN masukan.
Adapun jurnal yang dibuat oleh perusahaan pada saat melakukan
pembelian bahan-bahan bangunan adalah sebagai berikut :
Bangunan dalam perencanaan Rp.
24.000.000
Beban usaha Rp.
2.400.000
Kas Rp.
26.400.000
Jurnal di atas merupakan pencatatan pembelian bahan
persediaan dibayar tunai (kas/Bank).
b.
Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) Keluaran
Dalam pelaksanaan kegiatan proyek-proyek, terkadang
perusahaan menerima uang muka (Persekot) yang besarnya tidak lebih dari 30 %
(tiga puluh persen) dari nilai perjanjian atau kontrak yang dilakukan.
Pembayaran uang muka tersebut dilakukan setelah perusahaan dalam hal ini
rekanan proyek, mengasuransikan proyek tersebut. PPN Keluaran akan dipotong
atau dipungut langsung oleh Kantor Pajak Negara atau Bank Indonesia dari
pembayaran uang muka atau termin-termin serta mengeluarkan bukti pemotongan PPN
tersebut.
Pada tiap akhir bulan, perusahaan akan melakukan perhitungan
PPN yang terhutang untuk masa pajak yang bersangkutan dengan membandingkan
antara PPN Keluaran dan PPN Masukan yang terjadi. Perusahaan selaku PKP
mempunyai kewajiban untuk melaporkan dan menbayar jumlah PPN terhutang pada
setiap bulan lewat Surat Pemberitahuan Masa (SPT) yang ada.
Untuk pengakuan pendapatan sendiri, oleh karena perusahaan di
sini menerapakan metode persentase penyelesaian atau diakui sejalan kemajuan
pekerjaan, maka realisasi Laba (Rugi) atas kontrak berjalan dari waktu ke waktu
sesuai dengan usaha (pelaksanaan pekerjaan) untuk menyelesaikan kontrak
tersebut.
Perusahaan dalam hal ini mencatat rekening pendapatan proyek
dengan jumlah sebesar harga menurut faktur termasuk pajak yang terhutang dari
transaksi, untuk kemudian membebankan sebagai biaya terhadap setoran Pajak
Pertambahan Nilai kepada Kas Daerah.
Sedangkan untuk mencatat selesainya suatu proyek dan telah
diserahkan ke pemberi order, perusahaan mencatatnya sebagai berikut :
Termin dalam penyelesaian Rp.
149.744.000
Bangunan dalam penyelesaian Rp. 149.744.000
(Jurnal untuk mencatat
selesainya proyek Pembangunan jalan Desa Kasih II Desa Punggur Besar)
2.
Perlakuan Akuntansi Kontrak Konstruksi Menurut PSAK No. 34
Untuk kepentingan pelaksanaan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai,
berdasarkan Pasal 16 UU PPN Tahun 2000 Pengusaha Kena Pajak diwajibkan
melakukan pencatatan secara rinci tentang semua PPN yang ada dalam menjalankan
usahanya.
Sistem Pajak Pertambahan Nilai yang mempunyai sistem mekanisme Kredit
Pajak yaitu Pajak Masukan yang telah dibayar pada saat perolehan, dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut pada waktu penyerahan dimana
pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran tersebut dilakukan dalan masa
pajak yang sama yaitu selisih antara jumlah Pajak Keluaran dengan jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikondisikan selama satu bulan takwin. Berdasarkan hal
tersebut maka dapatlah disampaikan bahwa PPN yang telah dikenakan atas
pembelian bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam proses produksi bukanlah
merupakan harga pokok dari jasa yang dijual, bukanlah merupakan konsumen akhir
untuk memakai sendiri, selain itu pada akhirnya akan dapat diterima kembali
oleh perusahaan selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Di samping itu, perusahaan di sini menggunakan dasar metode presentasi
penyelesaian dan biaya untuk pembuatan suatu proyek yang dilaksanakan.
Berdasarkan hal ini, perusahaan mencatat dengan mengkreditkan pendapatan dan
mendebetkan harga pokok proyek atas biaya-biaya yang dibebankan atas proyek
serta perkiraan bangunan dalam penyelesaian atas laba yang diperoleh
perusahaan. Oleh karena pendapatan yang dicatat perusahaan tersebut pendapatan
yang diperoleh dari penjualan jasa kepada pihak lain selama periode (Akuntansi)
tertentu, maka seharusnya hasil penjualan perusahaan tersebut diukur dengan
jumlah jasa yang dibebankan kepada pemilik proyek atas jasa yeng telah
dilakukan saja. Apabila kepada pemberi proyek tersebut juga dibebankan PPN,
maka atas pajak sebagai hasil dari penjualan jasa perusahaan. Dasar pemikiran
tersebut, besarnya pendapatan adalah sama dengan harga tunai dalam transaksi
penjualan atas jasa yang telah dilakukan perusahaan, karena PPN tidak termasuk
dalam harga jual yang berarti bahwa pajak pertambahan nilai tersebut haruslah
dipandang sebagai unsur penyesuaian untuk mencapai harga tunainya dan harus
dikurangkan dari hasil penjualan tersebut atau dengan kata lain dengan
mengkreditkan rekening PPN keluaran atas penjualan tersebut, sehingga akan
diperoleh nilai penjuaan bersih yang nantinya akan tampak di dalam laporan
keuangan perusahaan.
B.
Pencatatan Pajak Pertambahan Nilai dalam Laporan Keuangan
1.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai
Dalam menghitung jumlah PPN terhutang perusahaan menggunakan metode kredit
(credit method) yaitu mengurangi
antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat
penjualan.
Selain itu dengan mengakui adanya pendapatan sebesar nilai faktur yang di
dalamnya masih terdapat unsur PPN keluaran, maka akan berakibat laba (Rugi) bersih
yang di dalam laporan keuangan perusahaan tersebut tidak dapat lagi dijalankan
ukuran untuk menilai sejauh mana keefektifan perusahaan di dalam menjalankan
usahanya (hasil usaha perusahaan).
Untuk lebih jelas mengenai pembahasan masalah PPN ini penulis akan mencoba
memberikan gambaran lebih lanjut, bagaimana seharusnya perusahaan melakukan
pencatatan atas pajak pertambahan nilai (PPN) berdasarkan atas teori-teori yang
melandasinya.
Tabel 3.3
Paket proyek
CV. Fikri Utama
Tahun 2010
No.
|
Paket Proyek
|
Jumlah Biaya/Nilai Kontrak
(Rp)
|
PPN
(Rp)
|
No. Kontrak/ SPK
|
Jangka waktu
|
|
1.
|
Pengadaan
kursi kerja untuk BPBD Prov. Kal-Bar
|
51.500.000
|
4.681.818
|
027/02-KONTRAK
/BPBD /2010
|
24
Mei 2010 – 25 Juni 2010
|
|
2.
|
Pembangunan
jalan Dusun Kasih II Desa Punggur Besar
|
149.744.000
|
13.613.090
|
620/617/SPK
/PPK-CK/ CTK/2010
|
26
Juli 2010 – 23 Sept 2010
|
|
3.
|
Pembangunan
Parit Pangeran Desa Mega Timur
|
89.806.000
|
8.164.181
|
620/216/SPK
/PLH/PPK- CK/CTK/ 2010
|
23
September 2010 – 21 Nov 2010
|
|
4.
|
Pengadaan
Buku Pengayaan, Buku Referensi dan Panduan Pendidikan SDN 07 Sasak
|
94.776.000
|
8.616.000
|
06/31.65/
SPK/18e.2/ DAK-SD/2010
|
9
November 2010 – 8 Des 2010
|
|
5.
|
Pembangunan
Jalan Sungai Itik Darat RT.11/RW.04 Dusun Melati Desa Sungai Itik Kec. Sui
Kakap Kab. Kubu Raya
|
99.557.000
|
9.050.636
|
620/1050/
SPK/PLH/ APBD-P/ PPK-CK/ CTK/ 2010
|
18
November 2010 – 27 Des 2010
|
|
Sumber : Data olahan
Dari informasi-informasi yang diketahui tersebut, maka dapat dibuat suatu
analisis lebih lanjut bagaimana seharusnya perusahaan dalam melakukan
pencatatan atas transaksi-transaksi yang dilakukan sebagai berikut :
Untuk transaksi yang terjadi pada bulan ini adalah transaksi atas
pembelian bahan persediaan dan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN
untuk masa pajak bulan januari 2010 atas proyek yang diperoleh. Adapun jurnal
yang dibuat oleh perusahaan pada saat melakukan pembelian bahan-bahan bangunan
adalah sebagai berikut :
Bangunan dalam perencanaan Rp.11.200.000
Beban pajak Rp. 1.344.000
Kas Rp. 12.544.000
(Jurnal di atas merupakan pencatatan pembelian bahan
persediaan dibayar tunai (kas/Bank).
Kekeliruan yang dilakukan oleh perusahaan adalah mengakui PPN Masukan dan
PPh sebagai beban usaha.
Adapun jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut adalah :
Persediaan bahan material Rp.11.200.000
PPN Masukan Rp. 1.120.000
PPh Rp. 224.000
Kas Rp. 12.544.000
(Jurnal untuk mencatat pembelian bahan persediaan dan PPN masukan serta
PPh yang dibayarkan ke supplier).
PPN masukan
tersebut dikenakan atas setiap pembelian bahan persediaan sebesar 10 % dari
harga jual, baik secara tunai maupun secara kredit serta PPh sebesar 2 % dari
harga jual, dimana perusahaan selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban
pula melaporkan kewajiban PPN terhutangnya melalui Surat Pemberitahuan Masa
(SPM) sebagai bukti pelaporannya, untuk masa pajak bulan januari 2010 adalah
sebagai berikut :
PPN Keluaran : -
PPN Masukan :
(Rp. 1.120.000)
(Rp. 1.120.000)
PPN lebih bayar bulan lalu :
- .
PPN lebih bayar bulan ini :
(Rp. 1.120.000)
Atas kelebihan bayar tersebut tidak dilakukan penjurnalan karena
perusahaan tidak melakukan restitusi atas PPN lebih bayar tersebut sehingga
akan diperhitungkan kembali pada masa pajak berikutnya.
Transaksi bulan Mei adalah Pengadaan kursi kerja untuk BPBD Provinsi
Kalimantan Barat. Adapun pencatatan yang dilakukan oleh perusahaan adalah
sebagai berikut :
Kas Rp.
45.881.819
Beban Pajak Rp.
5.618.181
Proyek dalam pengerjaan Rp.
51.500.000
Perusahaan dalam
hal ini mencatat rekening pendapatan proyek dengan jumlah sebesar harga menurut
faktur termasuk pajak yang terhutang dari transaksi, untuk kemudian membebankan
sebagai biaya.
Adapun jurnal
yang diperlukan adalah :
Kas Rp.
45.881.819
PPN keluaran Rp. 4.681.818
PPh Rp. 936.363
Pendapatan kontrak pengadaan Rp.
51.500.000
PPN sebesar Rp.
4.681.818 tersebut merupakan jumlah yang dihitung dari x jumlah tagihan yang diterima
perusahaan sedangkan PPh sebesar Rp. 936.363 dihitung dari x Dasar pengenaan pajak.
Adapun
perhitungan SPM PPN untuk masa pajak bulan Mei 2010 adalah :
PPN keluaran : Rp. 4.681.818
PPN masukan :
-
Rp.
4.681.818
PPN kurang bayar bulan
lalu :
-
PPN kurang bayar bulan
ini : Rp. 4.681.818
Dengan adanya perlakuan akuntansi terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan pencatatan atas
transaksi-transaksi yang terjadi, khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan
Pajak Pertambahan Nilai tersebut, maka berdasarkan atas hasil analisis yang
telah penulis kemukakan sebelumnya, perlu dilakukan koreksi atas pencatatan
yang telah dilakukan perusahaan. Jurnal koreksi sebagai berikut :
Pajak Pertambahan Nilai Rp. 44.125.725
Kas Rp. 44.125.725
(Jurnal koreksi atas pencatatan PPN oleh perusahaan tanpa
memperhitungkan PPh dan pengkreditan PPN Masukannya).
Sedangkan atas hasil penjualan (pendapatan) yang oleh
perusahaan dicatat pula adanya PPN atas hasil penjualan tersebut, seharusnya
atas PPN tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai hasil dari penjualan
perusahaan melainkan harus dikeluarkan dari hasil penjualan (pendapatan)
sehingga akan diperoleh Nilai Penjualan Bersih yang nantinya akan menunjukkan
Laporan Laba Rugi perusahaan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Perhitungan :
1.
PPN Pengadaan kursi
kerja Rp. 4.681.818
2.
PPN Pembangunan jalan Rp. 13.613.090
3.
PPN Pembangunan parit Rp. 8.164.181
4.
PPN Pengadaaan buku Rp. 8.616.000
5.
PPN Pembangunan jalan Rp. 9.050.636
Rp.
44.125.725
Sedangkan hasil penjualan bersih secara keseluruhan dari
proyek-proyek tersebut adalah :
1.
Pengadaan kursi kerja Rp. 46.818.180
2.
Pembangunan jalan Rp. 136.130.900
3.
Pembangunan parit Rp. 81.641.810
4.
Pengadaan buku Rp. 86.160.000
5.
Pembangunan jalan Rp. 90.506.360
Rp. 441.257.250
Berdasarkan atas hasil analisis yang telah penulis lakukan di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan yang sedang dihadapi
oleh perusahaan pada saat ini adalah perusahaan selaku wajib bayar PPN atas
jasa yang telah dilakukan kepada pemilik proyek telah memperlakukan PPN
tersebut dalan hubungannya dengan harga jual yang ditetapkan, dengan
mengkalkulasikan PPN tersebut dalam harga jual.
Hal ini mengakibatkan di dalam prakteknya, perusahaan mencatat hasil
penjualannya kedalam rekening pendapatan proyek dalam jumlah seharga menurut
faktur termasuk di dalamya pajak yang terutang dari suatu transaksi untuk
kemudian membedakannya sebagai upaya terhadap setoran PPN tersebut ke kas
daerah.
Terhadap prakateknya yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut
terdapat dua hal yang tidak dibenarkan :
1.
Dengan mencatat kedalam
rekening Pendapatan Proyek terhadap hasil penjualan yang didalamnya termasuk
PPN dan memperlakukan PPN Masukan yang dibayar sebagai biaya, akan
mengakibatkan hasil penjualan dan biaya usaha dilaporkan terlalu besar dari
jumlah yang seharusnya. Pengalihan beban pajak tersebut tidak dapat dipakai
sebagai alasan untuk mendapatkan penghasilan bagi perusahaan, dilain pihak PPN
itu juga bukan merupakan biaya.
2.
Dengan mencatat kedalam
rekening Pendapatan Proyek sebagai hasil penjualan perusahaan dalam jumlah
termasuk PPN Masukan yang terhutang dan kemudian memperlakukan PPN yang dibayar
sebagai biaya akan diikuti pula oleh PPN yang terlalu rendah sebesar jumlah
pajak yang terhutang dari transaksi penjualan dan disetor ke kas daerah.
Karenanya dengan mengakui adanya pendapatan sebesar harga menurut faktur
termasuk PPN, maka akan mengakibatkan laba (rugi) bersih yang tampak di dalam
laporan keuangan perusahaan tersebut tidak dapat lagi dijadikan ukuran dalam
menilai sejauh mana keefektifan telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Oleh karena itu proses analisa antara pendapatan
dan biaya-biaya yang bersangkutan merupakan hal yang penting dalam menentukan
laba (rugi) periodik.
Walapun pada akhirnya nanti akan diperoleh laba bersih dalam jumlah yang
sama pada laporan keuangan yang telah disajikan perusahaan dengan laporan
keuangan yang telah dilakukan revisi atas laporan keuangan tersebut, namun dari
segi kelayakan laporan keuangan tujuan tersebut tidak tercapai. Sebagaimana
yang dinyatakan oleh Theodorus M. Tuanakotta, “Bahwa suatu laporan yang
disajikan dapat dikatakan layak apabila tidak adanya pos-pos yang dalam
ikhtisar keuangan dinyatakan terlalu besar atau terlalu kecil dan apabila semua
pengungkapan (disclosure) yang
diperlukan telah disajikan pula.
Untuk itu ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam
memperlakukan PPN tersebut dalam hubungannya dengan harga yang ditetapkan yaitu
sebagai berikut :
1.
Perusahaan yang
menyelenggarakan rekening PPN yang nantinya perkiraan ini untuk mencatat PPN
atas transaksi penerimaan uang pelaksanaan kegiatan akan dicatat di sebelah
debet dengan nama rekening “PPN Keluaran”. Sedangkan atas PPN yang timbul dari
adanya transaksi pembelian bahan bangunan dicatat di sebelah debet dengan nama
rekening “PPN masukan”. Pendapatan yang sudah dapat diakui atas suatu proyek
yang sudah selesai dengan tahap (persentase) pengerjaannya, maka atas PPN-nya
(PPN Keluaran) dicatat pula di sebelah kredit sehingga akan diperoleh hasil
penjualan bersih (pendapatan) atas jasa yang telah dilaksanakan oleh perusahaan
tersebut, dimana nantinya hasil penjualan bersih ini akan tampak pada laporan
keuangan perusahaan.
2.
Apabila perusahaan
tetap ingin mempertahankan praktek yang telah dilaksanakan selama ini dalam
memperlakukan PPN-nya secara periodik, maka perlu dibuat adanya jurnal
penyesuaian untuk mencatat jumlah pajak yang terhutang dari transaksi penjualan
dalam periode yang bersangkutan dan membatalkan pencatatan terhadap setoran PPN
yang semula diperlakukan sebagai biaya.
Adapun jurnal
penyesuaian yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Pajak pertambahan nilai Rp.
44.125.725
Kas Rp.
44.125.725
(jurnal
penyesuaian untuk mencatat koreksi atas setoran PPN yang diperlukan sebagai
biaya )
2.
Pengaruh Koreksi Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Terhadap
Laporan Keuangan Perusahaan
Dari hasil koreksi yang telah penulis kemukakan di atas, maka dari jumlah
penjualan yang telah disajikan dalam laporan keuangan perusahaan tersebut akan
diperoleh hasil penjualan bersih atas penjualan jasa yang telah dilakukan oleh
perusahaan. Begitu pula dengan Pajak Pertambahan Nilai yang oleh perusahaan
dilaporkan dalam jumlah yang besar dan berpengaruh pada laporan laba rugi.
Setelah dilakukan koreksi atas Pajak Pertambahan Nilai yang jumlah seharusnya
yang dilaporkan lebih kecil maka pengaruhnya pada laporan laba rugi adalah
mengakibatkan laba yang mengalami kenaikan. Selain itu informasi-informasi
keuangan yang disajikan dalam periode yang bersangkutan akan dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai usaha perusahaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan
atas laporan keuangan perusahaan tersebut dan lebih relevan sehingga akan dapat
mengurangi timbulnya kesalahan penafsiran bagi pembacanya. Dalam hal ini bagi
pihak-pihak yang berkepentingan sebagai dasar pertimbangan di dalam pengambilan
keputusan ekonomi, khususnya bagi pihak manajemen dalam mengambil keputusan
terhadap penentuan Harga Jual.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan atas hasil analisis yang
telah penulis lakukan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Perusahaan
memperlakukan pencatatan tidak sesuai dengan PSAK karena perusahaan mencatat
kedalam rekening Pendapatan Proyek terhadap hasil penjualan yang didalamnya
termasuk PPN dan memperlakukan PPN Masukan yang dibayar sebagai biaya, akan
mengakibatkan hasil penjualan dan biaya usaha dilaporkan terlalu besar dari
jumlah yang seharusnya. Sedangkan menurut PSAK jika merupakan konsumen akhir
maka Pajak Pertambahan Nilai dapat dimasukkan dalam beban usaha yang merupakan
beban yang berhubungan dengan periode terjadinya. Jika bukan merupakan konsumen
akhir, maka Pajak Pertambahan Nilai dapat dimasukkan dsebagai beban usaha
tetapi harus dicantumkan dalam laporan keuangan.
2.
Perusahaan mengakui
adanya pendapatan sebesar harga menurut faktur termasuk PPN, maka akan mengakibatkan
laba (rugi) bersih yang tampak di dalam laporan keuangan perusahaan tersebut
tidak dapat lagi disajiikan ukuran dalam menilai sejauh mana keefektifan telah
dilaksanakan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Menurut
Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 sistem Pajak Pertambahan Nilai mempunyai sistem
mekanisme Kredit Pajak yaitu Pajak masukan yang telah dibayar pada saat
perolehan, harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut pada saat
penyerahan.Oleh karena itu proses mempertemukan secara layak antara pendapatan
biaya-biaya yang bersangkutan merupakan hal yang penting dalam menentukan laba
(rugi) periodik.
Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di
atas, maka saran dari penulis adalah :
1.
Perusahaan yang
menyelenggarakan rekening PPN yang nantinya perkiraan ini untuk mencatat PPN
atau transaksi penerimaan uang pelaksanaan kegiatan akan dicatat di sebelah
debet dengan nama rekening “PPN Keluaran”, sedangkan atas PPN yang timbul dari
adanya transaksi pembelian bahan bangunan dicatat di sebelah debet dengan nama
rekening “PPN masukan”.
2.
Apabila perusahaan
tetap ingin mempertahankan praktek yang telah dilaksanakan selama ini dalam
memperlakukan PPN-nya secara periodik (akhir bulan atau tahun), maka perlu
dibuat adanya jurnal penyesuaian untuk mencatat jumlah pajak yang terhutang
dari transaksi penjualan dalam periode yang bersangkutan
dan membatalkan pencatatan terhadap setoran PPN yang semula diperlakukan
sebagai biaya.
REFERENSI
Ikatan akuntan Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan,
Per 1 September 2007, Salemba Empat: Jakarta
Mardiasmo,
2006, Perpajakan, Penerbit ANDI: Yogyakarta
Nazir, Moh, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia:
Jakarta
Resmi, Siti, 2009, Perpajakan: Teori dan kasus, Buku
Satu, Edisi Kelima, Penerbit Salemba Empat: Jakarta
Rahayu, Siti Kurnia, 2009, Perpajakan: Teori dan Teknis
Perhitungan, Edisi Pertama, Graha Ilmu: Jakarta
Zain, Moh, 2010, Himpunan Undang-Undang Perpajakan,
Indeks: Jakarta
Djuharie, Otong Setiawan, 2001, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis
dan Desertasi, Yrama Widaya: Bandung
Waluyo, 2009, Perpajakan Indonesia, Buku satu,
Salemba Empat: Jakarta
Waluyo, 2009, Perpajakan Indonesia, Buku dua,
Salemba Empat: Jakarta
Sukardji, Untung, 2008, Pajak Pertambahan Nilai,
Edisi Revisi, PT. Raja Giafindo Persada: Jakarta
Gill, O.Jmaes, 2008, Memahami Laporan Keuangan, Seri
Panduan Praktis, Penerbit PPM: Jakarta
Muljono, Djoko, 2009, Akuntansi Pajak, Edisi
Revisi, Penerbit Andi: Yogyakarta
Muljono, Djoko, 2007, PPH dan PPN Untuk berbagai
Kegiatan Usaha, Penerbit Andi: Yogyakarta
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit
Andi: Yogyakarta
Waluyo, 2011, Perpajakan Indonesia, Edisi 10 Buku
2, Penerbit Salemba Empat: Jakarta
Steven, M. Bragg, 2012, Panduan IFRS, Indeks:
Jakarta
Undang-Undang Perpajakan,2009, Penerbit Salemba Empat:
Jakarta
Rusdi, Muhammad, 2007, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, Edisi Keempat, Penerbit Indeks: Jakarta
TKS Gan pencerahannya semoga bertambah ilmunya
BalasHapusRebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus