Jumat, 06 Juli 2012

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM:
BANTUAN DANA JAMINAN KEPADA BANK  YANG BERMASALAH
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT
Di usulkan oleh:
Muhammad Akbar
NIM. B111 09 004

RINGKASAN
Paradigma bail in berarti menuntun perbankan memiliki buffer (penahan) untuk menyerap risiko saat terjadi guncangan ekonomi. Dengan konsep ini, pemerintah bisa memaksa perbankan melakukan rekapitalisasi dengan uang perseroan, bukan uang rakyat. Ketika terjadi krisis, perbankan bisa menghadapinya secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah.
Saat krisis ekonomi 1998 lalu, banyak bank bertumbangan karena kehabisan modal yang memaksa pemerintah mengeluarkan bantuan likuiditas ratusan triliun rupiah. Sementara bail out terhadap Bank Century akhir 2008 lalu ternyata mewariskan problema politik bagi pemerintah.
Oleh karena itu, konsolidasi dari sisi permodalan maupun kelembagaan dalam bentuk merger, akuisisi, atau aksi korporasi lain perlu dipercepat. BI juga mendorong perbankan meningkatkan efisiensi sehingga bisa menurunkan suku bunga kredit. Ini bisa dimulai dengan penurunan margin bunga bersih (NIM).
Bantuan dana jaminan untuk perusahaan yang dilakukan oleh pemerintah memanglah kontroversial karena suatu kebangkrutan adalah fenomena yang notabene disebabkan oleh kegagalan bisnis akibat tidak terpenuhi keinginan konsumen dalam mekanisme pasar, karenanya bailout adalah suatu campur tangan pemerintah kedalam mekanisme pasar yang melampaui keinginan konsumen di pasar.– tidak heran usulan Bill Bailout pada sektor pasar modal Amerika Serikat sebesar 700 milyar USD, sebelum disetujui oleh House of Representative sempat ditolak oleh Senat (DPD-nya USA) – Terlebih lagi bila mengingat dana yang digunakan dalam bailout ini dipastikan berasal dari dana pemerintah APBN/APBD yang notabene berasal dari para pembayar pajak yang mengharapkan asas korespondensi tercipta lebih baik dalam hal penerimaan dan alokasi pengeluaran hasil pajak.

A.  Pendahuluan
1.  Latar Belakang
 bantuan dana yang di berikan pemerintah kepada bank tertentu yang bermasalah sering kali tidak memberikan kemajuan yang berarti terhadap bank tersebut.  Alih-alih menjadi pemacu bank menjadi lebih sehat, pemberian bail out malah menimbulkan masalah baru dan tentunya pemikiran baru terhadap masalah baru yang di timbulkan tersebut.
Saat krisis ekonomi 1998 lalu, banyak bank bertumbangan karena kehabisan modal yang memaksa pemerintah mengeluarkan bantuan likuiditas ratusan triliun rupiah. Sementara bail out terhadap Bank Century akhir 2008 lalu ternyata mewariskan problema politik bagi pemerintah.
Pada kenyataan nya bail out yang di berikan pemerintah kepada bank-bank bermasalah tersebut tidak di gunakan semestinya bagi pemulihan bank melainkan masuk ke kantong-kantong bankir nakal yang pada awal nya telah melakukan pengaturan agar dana dari bank tersebut hilang begitu saja dan dengan alasan akan mengalami dampak sistemik terhadap perbankan nasional mereka mencoba membangun kembali bank yang mereka hancurkan sendiri dengan bantuan yang tidak layak mereka dapatkan.
2 . Tujuan penulisan
Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis seberapa perlu di lakukannya pemberian bantuan suntikan dana bail out kepada bank yang bermasalah
3 . Manfaat Penulisan
Manfaat karya tulis ini untuk memberikan gambaran terhadap seberapa perlu memberikan suntikan dana bail out kepada bank yang bermasalah, mendorong perbankan meningkatkan efisiensi sehingga bisa menurunkan resiko untuk di lakukan nya bail out dan mencari alternatif yang masih mungkin dilakukan guna menyelamatkan bank yang kolaps yang berdampak sistemik terhadap perbankan nasional.

B.   Gagasan
Bantuan dana jaminan merupakan pilihan yang mudah di lakukan pemerintah dengan alasan menyelamatkan perekonomian, apakah pilihan ini akan terus di lakukan setiap ada bank yang bermasalah yang membutuhkan dana untuk alasan yg sama terus menerus di waktu yang akan datang, tentunya kebijakan ini akan memiliki damapak psikologis dan sikap mental yang tidak baik oleh eksekutif-eksekutif bank di masa sekarang dan akan datang, tidak adakah alternatif lain yang dapat di lakukan yang tidak memanjakan eksekutif bank dan tentu nya melatih mental bertanggung jawab terhadap bank yang menjadi tanggung jawab nya.
Apabila bail-in akan diterapkan , berdasarkan perundang-undang yang berlaku, salah satu pendekatan yang dapat dipakai adalah pendekatan kepailitan. Menurut UU Kepailitan, debitur yang merupakan bank hanya dapat dimohonkan pailit oleh BI. Kreditur bank yang besar adalah deposan, atau nasabah penyimpan dan bank-bank yang memberikan fasilitas kepada bank tersebut melalui pasar uang antar bank. Selama ini, BI belum pernah menggunakan pendekatan kepailitan dalam menyelesaikan bank bermasalah. Alasannya, pertama, prosedur kepailitan melalui pengadilan memakanpanjang waktu padahal penyelesaian bank bermasalah membutuhkan waktu singkat khususnya untuk pembayaran nasabah penyimpan. Kecepatan penyelesaian bank bermasalah diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat agar  dapat dicegah terjadinya dampak menular terhadap bank lainnya. Pada saat suatu bank bangkrut, sebagian kegiatan usahanya mungkin harus segera dialihkan kepada bank yang sehat dengan maksud agar dampak kebangkrutan bank tersebut dapat diminimalkan. Kebangkrutan suatu bank dapat menimbulkan dampak tidak baik bagi nasabah, sistem pembayaran dan transaksi lainnya. Tindakan yang cepat sangat sulit diperoleh melalui prosedur pengadilan.
Kedua, pencabutan ijin usaha bank dengan cepat dapat membantu menjaga nilai asset bank untuk kepentingan kreditur dan sekaligus dapat menjaga kredibilitas regulator sehingga pada gilirannya mengurangi risiko terjadinya systemic risk. Terdapat kaitan yang erat antara pencabutan ijin usaha dan proses likuidasi yang cepat dengan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Pencabutan ijin usaha bank dan proses likuidasi yang cepat merupakan bukti ketegasan regulator sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan secara keseluruhan. Ketiga, kebutuhan akan pembayaran segera terhadap nasabah  sulit dilakukan melalui proses kepailitan melalui pengadilan. Tidak dapat dipungkiri, pembayaran nasabah dengan cepat penting untuk mencegah terjadinya rush.
Menurut UU Kepailitan, ada dua cara agar debitur dapat terhindar dari likuidasi terhadap harta kekayaannya. Pertama, dengan mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).  Pengajuan PKPU dapat dilakukan sebelum terhadap debitur diajukan permohonan pailit atau pada waktu permohonan pailit sedang diperiksa oleh pengadilan niaga. Kedua cara tersebut akan membuat proses kepailitan dihentikan. Kedua, mengadakan perdamaian antara debitur dengan para kreditur setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. PKPU merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya yaitu dengan melakukan pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur atau dengan mengubah utang menjadi modal maksudnya untuk  memberikan kesempatan bagi kreditur  melanjutkan usahanya.
Dengan menggunakan kewenangan yang diberikan UU Kepailitan, BI dapat mengajukan permohonan PKPU terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan untuk   memberikan kesempatan kepada bank melakukan penyehatan.  Pengajuan permohonan  PKPU tentunya dilakukan setelah upaya penyelamatan berdasarkan UU Perbankan  gagal menyelamatkan bank. Upaya penyelamatan yang diatur dalam UU Perbankan yaitu antara lain dilakukan dengan BI meminta pemegang saham menambah modal; melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban atau bank menyerahkan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
PKPU sementara dapat diberikan secara langsung oleh pengadilan tanpa memerlukan persetujuan kreditur untuk selama 45 hari. Setelah berakhirnya PKPU sementara kepada bank dapat diberikan PKPU tetap selama maksimal 270 hari. Atas dasar persetujuan PKPU, bank mengajukan rencana perdamaian (composition plan) sebagai suatu cara untuk mencapai perdamaian antara bank dengan para kreditur bank. Rencana perdamaian memuat bentuk restrukturisasi utang yang diusulkan misalnya mengkoversi utang menjadi modal (debt to equity), penjadwalan utang dan atau pemotongan utang.
 Faktor krusial yang bakal dihadapi bank dalam masa PKPU adalah masalah likuiditas. Selama periode PKPU sementara dan PKPU tetap yaitu selama sembilan bulan, bank harus tetap melangsungkan kegiatan usahanya (going concern). Apabila bank tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya maka penyelesaian utang tidak dapat dilakukan melalui PKPU dan bank menjadi pailit. Bank harus mampu membayar biaya sehari-hari agar tetap bertahan hidup seperti biaya gaji karyawan dan overhead cost. Di AS pihak yang memberikan dana kepada perusahaan yang dalam masa PKPU mendapat hak prioritas utama dalam
selama periode PKPU ; iii)  dampak PKPU terhadap likuiditas bank lain; dan iv) likuiditas nasabah peminjam (debutur bank). 
Disamping masalah-masalah di atas,  konsep bail-in perlu  didampingi dengan tiga pilar yaitu: pengawasan, internal governance dan disiplin pasar. Pengawasan yang dilakukan oleh bank sentral harus dilengkapi dengan disiplin internal dari perbankan dan displin eksternal (pasar). Tanpa disiplin tersebut, pengawasan tidak akan mampu berpacu dengan kecepatan liberalisasi, globalisasi dan kemajuan teknologi pada instrumen keuangan. Dengan melibatkan internal governance, berarti perbankan sendiri harus merupakan tempat terbaik dalam mengatur dan memelihara praktik manajemen yang sehat. Kehadiran disiplin pasar diperlukan, karena tanpa pasar yang kompetitif dan  punitive atas kegagalan bersaing di pasar  maka tidak cukup insentif bagi pemilik bank, pengurus dan nasabah untuk melakukan keputusan keuangan yang tepat. Disiplin pasar memerlukan iklim keterbukaan yang kondusif. Untuk itu perlu dilakukan kaji ulang terhadap ketentuan tentang keterbukaan yang berlaku bagi perbankan.
Dewasa ini kita melihat eksistensi BII maupun Maybank Indonesia. Tapi dengan adanya single presence policy, kita mengetahui, merger diantara kedua bank tersebut hanyalah tinggal masalah waktu saja. Sebentar lagi kita akan melihat bank bernama Bank Maybank BII. Dengan melihat perkembangan tersebut, akuisisi yang dilakukan Bank DBS pada hakikatnya merupakan suatu proses natural yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir karena koridor pengembangan bank kita memang dilakukan sedemikian.

Bahkan akuisisi ini merupakan suatu langkah maju menuju konsolidasi perbankan lebih lanjut yang merupakan kebijakan Bank Indonesia. Rezim perbankan Indonesia adalah rezim yang terbuka di mana kepemilikan bank oleh asing bahkan bisa mencapai 99 persen. Regulasi semacam ini merupakan konsekuensi dari perekonomian Indonesia pascakrisis di mana pada saat tersebut penumpukan modal yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha Indonesia masih sangat terbatas.

Pemerintah bahkan berada pada posisi sangat haus likuiditas karena beban utang maupun defisit mereka yang sangat besar. Oleh karena itu pada masa itulah kepemilikan bank akhirnya dimungkinkan bergeser kepada asing dalam skala cukup besar. Banyak pihak mengatakan, kepemilikan asing terhadap perbankan di Indonesia mendekati separuh dari perbankan di Indonesia.

C.   KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1 KESIMPULAN
Adanya konsep bail-in membawa angin segar tentang perbankan yang sehat yang mempunyai ketahanan ekonomi yang kuat. Konsep bail-in ini di lakukan dengan pendekatan kepailitan.
Kreditur bank yang besar adalah deposan, atau nasabah penyimpan dan bank-bank yang memberikan fasilitas kepada bank tersebut melalui pasar uang antar bank.
Dengan menggunakan kewenangan yang diberikan UU Kepailitan, BI dapat mengajukan permohonan PKPU terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan untuk   memberikan kesempatan kepada bank melakukan penyehatan.

2 REKOMENDASI
Penggunaan PKPU sebagai pengganti bail-out, tentunya memerlukan kajian lebih mendalam. PKPU didisain untuk digunakan pada perusahaan bukan bank. Untuk diberlakukan kepada bank tentunya diperlukan penajaman pendekatan. Kesulitan yang bakal muncul apabila menerapkan PKPU pada bank antara lain: i) penentuan utang yang akan direstrukturisasi misal diubah menjadi modal. Apakah termasuk utang kepada nasabah penyimpan. Kreditur bank yang paling besar adalah nasabah penyimpan. Sulit dibayangkan apabila dana pihak ketiga pada bank dikonversi menjadi modal bank. Dapat saja ditentukan misalnya DPK yang dikonversi adalah DPK yang tidak dijamin oleh LPS, sedangkan DPK yang dijamin LPS tetap dibayar oleh LPS asalkan besarnya jumlah simpanan yang dijamin diturunkan dari jumlah yang dijamin saat ini; ii) sumber likuiditas  bank selama periode PKPU ; iii)  dampak PKPU terhadap likuiditas bank lain; dan iv) likuiditas nasabah peminjam (debutur bank). 
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).

DAFTAR PUSTAKA

http://zulsitompul.wordpress.com/2011/02/23/bail-in/
http://www.guardian.co.uk/commentisfree/cifamerica/2009/may/18/us-economy-bank-bailout
http://www.nytimes.com/2011/03/30/opinion/30barofsky.html?_r=1
http://www.wanttoknow.info/bankbailoutnewsarticles
http://seekingalpha.com/article/188040-why-the-bank-bailouts-were-necessary
http://useconomy.about.com/od/criticalssues/a/govt_bailout.htm

CURRICULUM VITAE KETUA KELOMPOK

Nama                                             : Muhammad Akbar
NIM                                                : B111 09 004
Tempat, Tanggal Lahir            : Sanggau, 12 juni 1991

Fakultas/Prodi                           : Ekonomi/Manajemen Keuangan
Alamat                                          : JL. Sei sambas Timur 7 No. 50
No Telepon                                 : 085654663187
Alamat Email                   : Akbar_aboy@ymail.com/hm.akbarr@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal :
1997-2003                            : SDN 27 Pontianak Timur
2004-2007                            : SLTP 14 Pontianak
2007-2010                            : SMAN 1 Sintang                          
2010-sekarang                   : Mahasiswa Jurusan Manajemen Fekon UNTAN

Jumat, 22 Juni 2012

PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA


PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA

OLEH :
1.     MUHAMMAD AKBAR        :         (B11109004)
2.     BAHARUDIN DANDY           :        (B11109005)
3.     ALBERT SUBADIO                 :       (B11109002)         
4.     JULIUS CAESAR                      :       (B11109009)
5.     ANGGA FEBRIAN                     :      (B11108173)
6.      DIAH                                             :     (B11108174)

A.     Latar Belakang Masalah

Selamat…! Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.

Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.

Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-negara pinggiran benua Asia.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

B. Perumusan Masalah
Dalam tugas ini, penyusun yang membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia”.


C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di Indonesia ini adalah sebagai berikut:
  1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut      berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
  2. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
  3. Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
D. Manfaat
  1. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Perekonomian Indonesia.
B. Bagi pihak lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan permasalahan dan upaya penyelesaian kemiskinan di Indonesia.

E. Ruang Lingkup

Dalam penyusunan Makalah ini penyusun mengambil sampel ruang lingkup berupa masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

ANALISIS PERMASALAHAN

A. Pembahasan
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
v  Definisi
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
v  Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:

a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
- Rusaknya syarat-syarat perdagangan
- Beban hutang
- Kurangnya bantuan luar negeri, dan
- Perang

b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal

c. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.

d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
v  Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
v  Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
v  Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.

B.     PEMECAHAN MASALAH
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.

C.   Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.

2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.
www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html
www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html
http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html

Minggu, 25 Maret 2012

KONTOVERSI TAHLILAN

OLEH :
1.     MUHAMMAD AKBAR                       (B11109004)
2.     BAHARUDIN DANDY                        (B11109005
3.     ALBERT SUBANDIO                        (B11109006          

PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Salah satu budaya masyarakat Indonesia apabila ada orang yang meninggal dunia baik itu keluarga, tetangga ataupun relasi adalah berkumpul di rumah duka, mushalla maupun Masjid terdekat untuk membaca ayat - ayat Quran, berdoa bersama – sama, dzikir, shalawat dan lain – lain
Tradisi seperti ini sering pula disebut dengan tahlilan. Adat seperti ini sedah berlangsung lama dan tak mustahil bersamaan dengan datangnya Islam ke negeri ini. Namun tidak banyak sebagian orang yang memberikan penilaian bahwa tahlilan adalah peninggalan religi hindu – budha yang sudah diwarnai corak keislaman pada ahwalussalaf tersebut, hal ini bisa dimaklumi mungkin karena mereka yang menganggap negative masih belum mengetahui nilai – nilai tahlil. Maka berangkat dari pembelaan terhadap tudingan tersebut saya berinisiatif memaparkan makna sesengguhnya tahlil sekaligus tujuan serta menyajikan beberapa pendapat uluma yang memiliki pro dan kontra pada tahlil
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam makalah ini akan dirumuskan masalah sebagai berikut:
    1. Apakah definisi tahlilan ?
    2. Bagaimana hukum tahlilan dan para ulama menyikapi tahlilan ?
    3. Apa manfaat tahlilan ?
  1. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan pemakalah adalah memberikan pemahaman tentang:
1. Definisi tahlilan
2. Hukum tahlilan dan para ulama menyikapi tahlilan
3. Manfaat tahlilan

PEMBAHASAN
1. Definisi Tahlilan
Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yg di lakukan sebagian umat islam, kebanyakan di indonesia dan kemungkinan di malaysia, untuk memperingati dan mendo’akan orang yang telah meninggal yang biasa nya di lakukan pada hari pertama kematian hingga hari ke tujuh , dan selanjut nya di lakukan pada hari ke 40 , ke 100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan pada hari ke 1000.
Arti sebenarnya tahlil (Arab: tahlîl) adalah membaca lâ ilâh-a illâ ‘l-Lâh. Dalam arti populer, tahlil merupakan upacara untuk mendoakan ruh yang sudah meninggal. Ini memang bagian dari Islam. Tetapi tahlil (tahlilan) yang merupakan faktor budaya, memang masalah kontroversial: boleh atau tidak. Masing-masing kita bebas menganut yang mana. Tahlilan sebanarnya tidak apa-apa dilakukan asal jelas dalam persepsi kita bahwa itu bukan bagian dari agama, tetapi merupakan budaya saja yang ditumpangi sebagai suatu kesempatan untuk ikut berdoa bersama-sama bagi ruh yang meninggal
Upacara Tahlilan Ditenggarai merupakan praktek pada masa transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama .

2.Hukum Tahlilan Menurut Para Ahli
Menurut Penyidikan para ahli , upcara tersebut di adopsi oleh para da’i  waktu itu dari upacara kepercayaan Animisme , agama budha dan hindu ubah menjadi ritual yg bernafaskan islam. Menurut kepercayaan animisme,budhisme, dan hinduisme  bila seseorang meninggal dunia maka ruh nya akan datang ke rumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika dalam rumah tadi tidak ada orang ramai yang berkumpul-kumpul dan mengadakan upacara sesaji, seperti membakar kemenyan, dan sesaji terhadap yg ghaib, maka ruh orang mati tadi akan marah dan masuk kedalam jasad orang  yg masih idup dari keluarga si mati. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau masyarakat tidak tidur, membaca mantera-mantera atau sekedar kumpul-kumpul. Hal semacam ini di lakukan pada malm pertama, ketiga, ketujuh ke 100. 1 tahun, 2 tahun dan malam ke 1000.
Setelah orang-orang  yang mempunyai kepercayaan tersebut masuk islam, mereka tetap melakukan upacara2 tersebut . sebagai langkah awal, para da’i terdahulutidak membrantas ya,tetapi mengalihkan dari upacara yg besifat hindu-budha itu menjadi upacara yg bernafaskan islam. Sesaji di ganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk shadaqoh. Mantera-matera di ganti dengan dzikir, do’a dan baca’an-baca’an Al-Qur’an. Upacara semacam ini kemudian di namakan TAHLILAN yg sekarang telah membudaya pada sebagian besar masyarakat indonesia.
Selamatan/tahlilan sebetulnya adalah mencoba untuk berbuat baik, yaitu mengajak tetangga makan bersama. Itu baik sekali, seperti pernah Rasulullah pesankan, “Kalau kamu masak gulai kambing maka perbanyaklah airnya) supaya bisa dibagi kepada tetanggamu.”
Selamatan/tahlilan hari ketujuh setelah meninggal seseorang memang ada kaitannya dengan agama Hindu. Sebenarnya ada cara untuk tidak terjerumus kepada bidah dan syirik, yaitu dengan melihatnya sebagai bagian dari budaya, bukan agama. Seperti sarung, meskipun di Indonesia ada korelasi antara keislaman dan sarungan, tetapi ia tetap bagian dari budaya bukan agama.
Tahlilan adalah sebuah budaya yang sangat dinamis dan dari sudut pandang antropologis, sangat menarik. Dia tak hanya menjadi perekat sosial, tapi juga mempersatukan elemen masyarakat yang terpisah dalam kompartemen ideologi dan keyakinan.


3. Manfaat Tahlilan
Minimal ada enam manfaat yang tidak luput dari tradisi tahlilan, yaitu :
  1. Sebagai usaha bertaubat kepada Allah untuk diri sendiri dan orang yang sudah meninggal dunia
  2. Merekatkan ukhuwah islamiyah antar sesama baik bagi yang masih hidup dan berkumpul ditempat tahlil maupun bagi yang sudah meninggal dunia dengan pahala bacaan sebab sejatinya, persaudaraan itu tidak terputus dengan kematian
  3. Untuk mengingat bahwa akhir dari sebuah kehidupan tentu adalah kematian dan siapapun tidak bisa melewatinya
  4. Agar lebih bisa ingat pada Allah ditengah hiruk pikuk kesibukan yang selalu digeluti manusia
  5. Tahlilan bisa digunakan menjadi media dakwah, contoh pada setiap acara keluarga tentu ada tahlil sebut saja seperti acara muslimat, pengajian kampung dan lain – lain
  6. Sebagai manifestasi dari rasa cinta sesama sekaligus penenang hati bagi keluarga yang sedang dirundung duka

PENUTUP
Kesimpulannya, Tahlilan yang merupakan tradisi masyarakat Indonesia ternyata penuh dengan tantangan untuk mencapai sepakat dan deal untuk menuju kegiatan yang dinilai positif dan memiliki manfaat serta tujuan jelas bila dipandang dari segi aqli dan naqli

DAFTAR PUSTAKA
Amauli, Jawad. Rahasia Tafsir Al-Fatihah, Bogor Cahaya 2003
Al – Idrusy, Imran. Keutamaan Shalawat, Surabaya Putra Pelajar 2001
Zuhdi, Achmad. Fiqh Moderat, Sidoarjo Muhammadiyah Univversity Press 2007