PROGRAM
KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL
PROGRAM:
BANTUAN
DANA JAMINAN KEPADA BANK YANG BERMASALAH
BIDANG
KEGIATAN:
PKM-GT
Di usulkan oleh:
Muhammad Akbar
NIM. B111 09 004
RINGKASAN
Paradigma bail in berarti menuntun perbankan
memiliki buffer (penahan) untuk menyerap risiko saat terjadi guncangan ekonomi.
Dengan konsep ini, pemerintah bisa memaksa perbankan melakukan rekapitalisasi
dengan uang perseroan, bukan uang rakyat. Ketika terjadi krisis, perbankan bisa
menghadapinya secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah.
Saat krisis ekonomi 1998 lalu, banyak bank
bertumbangan karena kehabisan modal yang memaksa pemerintah mengeluarkan
bantuan likuiditas ratusan triliun rupiah. Sementara bail out terhadap Bank
Century akhir 2008 lalu ternyata mewariskan problema politik bagi pemerintah.
Oleh karena itu, konsolidasi dari sisi permodalan
maupun kelembagaan dalam bentuk merger, akuisisi, atau aksi korporasi lain
perlu dipercepat. BI juga mendorong perbankan meningkatkan efisiensi sehingga
bisa menurunkan suku bunga kredit. Ini bisa dimulai dengan penurunan margin
bunga bersih (NIM).
Bantuan dana jaminan untuk perusahaan yang dilakukan
oleh pemerintah memanglah kontroversial karena suatu kebangkrutan adalah
fenomena yang notabene disebabkan oleh kegagalan bisnis akibat tidak terpenuhi
keinginan konsumen dalam mekanisme pasar, karenanya bailout adalah suatu campur
tangan pemerintah kedalam mekanisme pasar yang melampaui keinginan konsumen di
pasar.– tidak heran usulan Bill Bailout pada sektor pasar modal Amerika Serikat
sebesar 700 milyar USD, sebelum disetujui oleh House of Representative sempat
ditolak oleh Senat (DPD-nya USA) – Terlebih lagi bila mengingat dana yang
digunakan dalam bailout ini dipastikan berasal dari dana pemerintah APBN/APBD
yang notabene berasal dari para pembayar pajak yang mengharapkan asas
korespondensi tercipta lebih baik dalam hal penerimaan dan alokasi pengeluaran
hasil pajak.
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang
bantuan dana
yang di berikan pemerintah kepada bank tertentu yang bermasalah sering kali
tidak memberikan kemajuan yang berarti terhadap bank tersebut. Alih-alih menjadi pemacu bank menjadi lebih
sehat, pemberian bail out malah menimbulkan masalah baru dan tentunya pemikiran
baru terhadap masalah baru yang di timbulkan tersebut.
Saat krisis ekonomi 1998 lalu, banyak bank
bertumbangan karena kehabisan modal yang memaksa pemerintah mengeluarkan
bantuan likuiditas ratusan triliun rupiah. Sementara bail out terhadap Bank
Century akhir 2008 lalu ternyata mewariskan problema politik bagi pemerintah.
Pada kenyataan nya bail out yang di berikan
pemerintah kepada bank-bank bermasalah tersebut tidak di gunakan semestinya
bagi pemulihan bank melainkan masuk ke kantong-kantong bankir nakal yang pada
awal nya telah melakukan pengaturan agar dana dari bank tersebut hilang begitu
saja dan dengan alasan akan mengalami dampak sistemik terhadap perbankan
nasional mereka mencoba membangun kembali bank yang mereka hancurkan sendiri
dengan bantuan yang tidak layak mereka dapatkan.
2 . Tujuan penulisan
Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis
seberapa perlu di lakukannya pemberian bantuan suntikan dana bail out kepada
bank yang bermasalah
3 . Manfaat Penulisan
Manfaat karya tulis ini untuk memberikan gambaran
terhadap seberapa perlu memberikan suntikan dana bail out kepada bank yang
bermasalah, mendorong perbankan meningkatkan efisiensi sehingga bisa menurunkan
resiko untuk di lakukan nya bail out dan mencari alternatif yang masih mungkin
dilakukan guna menyelamatkan bank yang kolaps yang berdampak sistemik terhadap
perbankan nasional.
B. Gagasan
Bantuan dana jaminan merupakan pilihan yang mudah di
lakukan pemerintah dengan alasan menyelamatkan perekonomian, apakah pilihan ini
akan terus di lakukan setiap ada bank yang bermasalah yang membutuhkan dana
untuk alasan yg sama terus menerus di waktu yang akan datang, tentunya
kebijakan ini akan memiliki damapak psikologis dan sikap mental yang tidak baik
oleh eksekutif-eksekutif bank di masa sekarang dan akan datang, tidak adakah
alternatif lain yang dapat di lakukan yang tidak memanjakan eksekutif bank dan
tentu nya melatih mental bertanggung jawab terhadap bank yang menjadi tanggung
jawab nya.
Apabila bail-in akan diterapkan , berdasarkan
perundang-undang yang berlaku, salah satu pendekatan yang dapat dipakai adalah
pendekatan kepailitan. Menurut UU Kepailitan, debitur yang merupakan bank hanya
dapat dimohonkan pailit oleh BI. Kreditur bank yang besar adalah deposan, atau
nasabah penyimpan dan bank-bank yang memberikan fasilitas kepada bank tersebut
melalui pasar uang antar bank. Selama ini, BI belum pernah menggunakan
pendekatan kepailitan dalam menyelesaikan bank bermasalah. Alasannya, pertama,
prosedur kepailitan melalui pengadilan memakanpanjang waktu padahal
penyelesaian bank bermasalah membutuhkan waktu singkat khususnya untuk pembayaran
nasabah penyimpan. Kecepatan penyelesaian bank bermasalah diperlukan untuk
membangun kepercayaan masyarakat agar
dapat dicegah terjadinya dampak menular terhadap bank lainnya. Pada saat
suatu bank bangkrut, sebagian kegiatan usahanya mungkin harus segera dialihkan
kepada bank yang sehat dengan maksud agar dampak kebangkrutan bank tersebut
dapat diminimalkan. Kebangkrutan suatu bank dapat menimbulkan dampak tidak baik
bagi nasabah, sistem pembayaran dan transaksi lainnya. Tindakan yang cepat sangat
sulit diperoleh melalui prosedur pengadilan.
Kedua, pencabutan ijin usaha bank dengan cepat dapat
membantu menjaga nilai asset bank untuk kepentingan kreditur dan sekaligus
dapat menjaga kredibilitas regulator sehingga pada gilirannya mengurangi risiko
terjadinya systemic risk. Terdapat kaitan yang erat antara pencabutan ijin
usaha dan proses likuidasi yang cepat dengan kepercayaan masyarakat terhadap
sistem perbankan. Pencabutan ijin usaha bank dan proses likuidasi yang cepat
merupakan bukti ketegasan regulator sehingga meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap sistem perbankan secara keseluruhan. Ketiga, kebutuhan akan
pembayaran segera terhadap nasabah sulit
dilakukan melalui proses kepailitan melalui pengadilan. Tidak dapat dipungkiri,
pembayaran nasabah dengan cepat penting untuk mencegah terjadinya rush.
Menurut UU Kepailitan, ada dua cara agar debitur
dapat terhindar dari likuidasi terhadap harta kekayaannya. Pertama, dengan
mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Pengajuan PKPU dapat dilakukan sebelum
terhadap debitur diajukan permohonan pailit atau pada waktu permohonan pailit
sedang diperiksa oleh pengadilan niaga. Kedua cara tersebut akan membuat proses
kepailitan dihentikan. Kedua, mengadakan perdamaian antara debitur dengan para
kreditur setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. PKPU merupakan
pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi
utang-utangnya yaitu dengan melakukan pembayaran seluruh atau sebagian utang
kepada kreditur atau dengan mengubah utang menjadi modal maksudnya untuk memberikan kesempatan bagi kreditur melanjutkan usahanya.
Dengan menggunakan kewenangan yang diberikan UU
Kepailitan, BI dapat mengajukan permohonan PKPU terhadap bank yang mengalami
kesulitan keuangan untuk memberikan
kesempatan kepada bank melakukan penyehatan.
Pengajuan permohonan PKPU
tentunya dilakukan setelah upaya penyelamatan berdasarkan UU Perbankan gagal menyelamatkan bank. Upaya penyelamatan
yang diatur dalam UU Perbankan yaitu antara lain dilakukan dengan BI meminta
pemegang saham menambah modal; melakukan merger atau konsolidasi dengan bank
lain; bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban
atau bank menyerahkan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
PKPU sementara dapat diberikan secara langsung oleh
pengadilan tanpa memerlukan persetujuan kreditur untuk selama 45 hari. Setelah
berakhirnya PKPU sementara kepada bank dapat diberikan PKPU tetap selama
maksimal 270 hari. Atas dasar persetujuan PKPU, bank mengajukan rencana
perdamaian (composition plan) sebagai suatu cara untuk mencapai perdamaian
antara bank dengan para kreditur bank. Rencana perdamaian memuat bentuk
restrukturisasi utang yang diusulkan misalnya mengkoversi utang menjadi modal (debt
to equity), penjadwalan utang dan atau pemotongan utang.
Faktor
krusial yang bakal dihadapi bank dalam masa PKPU adalah masalah likuiditas.
Selama periode PKPU sementara dan PKPU tetap yaitu selama sembilan bulan, bank
harus tetap melangsungkan kegiatan usahanya (going concern). Apabila bank tidak
mampu mempertahankan kelangsungan usahanya maka penyelesaian utang tidak dapat
dilakukan melalui PKPU dan bank menjadi pailit. Bank harus mampu membayar biaya
sehari-hari agar tetap bertahan hidup seperti biaya gaji karyawan dan overhead
cost. Di AS pihak yang memberikan dana kepada perusahaan yang dalam masa PKPU
mendapat hak prioritas utama dalam
selama periode PKPU ; iii) dampak PKPU terhadap likuiditas bank lain;
dan iv) likuiditas nasabah peminjam (debutur bank).
Disamping masalah-masalah di atas, konsep bail-in perlu didampingi dengan tiga pilar yaitu:
pengawasan, internal governance dan disiplin pasar. Pengawasan yang dilakukan
oleh bank sentral harus dilengkapi dengan disiplin internal dari perbankan dan
displin eksternal (pasar). Tanpa disiplin tersebut, pengawasan tidak akan mampu
berpacu dengan kecepatan liberalisasi, globalisasi dan kemajuan teknologi pada
instrumen keuangan. Dengan melibatkan internal governance, berarti perbankan
sendiri harus merupakan tempat terbaik dalam mengatur dan memelihara praktik
manajemen yang sehat. Kehadiran disiplin pasar diperlukan, karena tanpa pasar
yang kompetitif dan punitive atas
kegagalan bersaing di pasar maka tidak
cukup insentif bagi pemilik bank, pengurus dan nasabah untuk melakukan
keputusan keuangan yang tepat. Disiplin pasar memerlukan iklim keterbukaan yang
kondusif. Untuk itu perlu dilakukan kaji ulang terhadap ketentuan tentang
keterbukaan yang berlaku bagi perbankan.
Dewasa ini kita melihat eksistensi BII maupun
Maybank Indonesia. Tapi dengan adanya single presence policy, kita mengetahui,
merger diantara kedua bank tersebut hanyalah tinggal masalah waktu saja.
Sebentar lagi kita akan melihat bank bernama Bank Maybank BII. Dengan melihat
perkembangan tersebut, akuisisi yang dilakukan Bank DBS pada hakikatnya
merupakan suatu proses natural yang telah terjadi selama beberapa tahun
terakhir karena koridor pengembangan bank kita memang dilakukan sedemikian.
Bahkan akuisisi ini merupakan suatu langkah maju
menuju konsolidasi perbankan lebih lanjut yang merupakan kebijakan Bank
Indonesia. Rezim perbankan Indonesia adalah rezim yang terbuka di mana
kepemilikan bank oleh asing bahkan bisa mencapai 99 persen. Regulasi semacam
ini merupakan konsekuensi dari perekonomian Indonesia pascakrisis di mana pada
saat tersebut penumpukan modal yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha
Indonesia masih sangat terbatas.
Pemerintah bahkan berada pada posisi sangat haus
likuiditas karena beban utang maupun defisit mereka yang sangat besar. Oleh
karena itu pada masa itulah kepemilikan bank akhirnya dimungkinkan bergeser
kepada asing dalam skala cukup besar. Banyak pihak mengatakan, kepemilikan
asing terhadap perbankan di Indonesia mendekati separuh dari perbankan di
Indonesia.
C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1 KESIMPULAN
Adanya konsep bail-in membawa angin segar tentang
perbankan yang sehat yang mempunyai ketahanan ekonomi yang kuat. Konsep bail-in
ini di lakukan dengan pendekatan kepailitan.
Kreditur bank yang besar adalah deposan, atau
nasabah penyimpan dan bank-bank yang memberikan fasilitas kepada bank tersebut
melalui pasar uang antar bank.
Dengan menggunakan kewenangan yang diberikan UU
Kepailitan, BI dapat mengajukan permohonan PKPU terhadap bank yang mengalami
kesulitan keuangan untuk memberikan
kesempatan kepada bank melakukan penyehatan.
2 REKOMENDASI
Penggunaan PKPU sebagai pengganti bail-out, tentunya
memerlukan kajian lebih mendalam. PKPU didisain untuk digunakan pada perusahaan
bukan bank. Untuk diberlakukan kepada bank tentunya diperlukan penajaman
pendekatan. Kesulitan yang bakal muncul apabila menerapkan PKPU pada bank
antara lain: i) penentuan utang yang akan direstrukturisasi misal diubah
menjadi modal. Apakah termasuk utang kepada nasabah penyimpan. Kreditur bank
yang paling besar adalah nasabah penyimpan. Sulit dibayangkan apabila dana
pihak ketiga pada bank dikonversi menjadi modal bank. Dapat saja ditentukan
misalnya DPK yang dikonversi adalah DPK yang tidak dijamin oleh LPS, sedangkan
DPK yang dijamin LPS tetap dibayar oleh LPS asalkan besarnya jumlah simpanan
yang dijamin diturunkan dari jumlah yang dijamin saat ini; ii) sumber
likuiditas bank selama periode PKPU ;
iii) dampak PKPU terhadap likuiditas
bank lain; dan iv) likuiditas nasabah peminjam (debutur bank).
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah
untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang
telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat
berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi,
manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko
melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas
manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
http://zulsitompul.wordpress.com/2011/02/23/bail-in/
http://www.guardian.co.uk/commentisfree/cifamerica/2009/may/18/us-economy-bank-bailout
http://www.nytimes.com/2011/03/30/opinion/30barofsky.html?_r=1
http://www.wanttoknow.info/bankbailoutnewsarticles
http://seekingalpha.com/article/188040-why-the-bank-bailouts-were-necessary
http://useconomy.about.com/od/criticalssues/a/govt_bailout.htm
CURRICULUM VITAE KETUA KELOMPOK
Nama :
Muhammad Akbar
NIM
: B111 09 004
Tempat, Tanggal Lahir : Sanggau, 12 juni 1991
Fakultas/Prodi : Ekonomi/Manajemen
Keuangan
Alamat : JL.
Sei sambas Timur 7 No. 50
No Telepon : 085654663187
Alamat Email :
Akbar_aboy@ymail.com/hm.akbarr@gmail.com
Riwayat Pendidikan Formal :
1997-2003 : SDN 27 Pontianak
Timur
2004-2007 : SLTP 14 Pontianak
2007-2010 : SMAN 1
Sintang
2010-sekarang : Mahasiswa Jurusan Manajemen Fekon UNTAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar